Keindahan Desa Jatisari juga diimbangi dengan masyarakatnya yang sangat ramah dan sopan. Banyak masyarakat yang bergotong royong untuk membangun sebuah wisata dan mengembangkan pemasaran UMKM khas Desa Jatisari agar dikenal oleh banyak orang. Namun, semenjak pandemi covid 19 ini melanda, semua situasi menjadi sangat berubah. Wisata yang dikelola perlahan lahan mulai sepi pengunjung dan terbengkalai begitu saja. Pada produk UMKM pun untuk pemasarannya hanya di sekitar lingkungan Desa Jatisari saja.
Keluhan yang diucapkan dari masing-masing produksi yaitu bahan yang harganya kian semakin meningkat. Sebelum pandemi, produksi kerupuk impala dapat mencapai 50 kg lebih. Namun saat ini hanya dapat memproduksi sekitar 25 kg saja dikarenakan bahan utama yang harganya membuat geleng-geleng kepala untuk usaha dikalangan kecil. Selain bahan, untuk pemasaran produk tersebut yang biasanya hingga luar kota saat ini hanya bisa di pasar terdekat ataupun hanya melalui panggilan saja. Produk tersebut per bungkus bisa dipatok dengan harga 2000-5000 rupiah sesuai dengan ukuran kemasannya. Dalam produk kerupuk ini juga masih menggunakan kemasan plastik biasa dan belum memiliki label.
Memahami keluhan tersebut, Mahasiswa KKN DM Universitas Brawijaya Periode 2022 ini mencoba untuk melakukan diversifikasi produk UMKM khas Desa Jatisari, yaitu produk Kerupuk Impala Bapak Saiful dan produk Kerupuk Samiler Ibu Kiptiyah dengan sedikit mengubah produk menjadi lebih menarik, dari segi ukuran, rasa, tekstur, bentuk serta kemasannya. Tak hanya itu, dari Tim KKN DM ini juga mengupayakan agar produk tersebut bisa kembali dipasarkan secara luas, serta dapat menarik perhatian konsumen pada produk makanan. dan tidak perlu diragukan kembali kualitas produk oleh konsumen.
Satu bulan berjalan, pada minggu pertama Tim KKN DM memulai dari survey lokasi produk UMKM tersebut. Alhamdulillah pemilik produksi tersebut sangat ramah dan sopan. Setelah berbincang-bincang serta menyetujui program kerja yang disampaikan, mahasiswa tim KKN DM berbelanja kebutuhan produk untuk memulai karya inovasi terbaru pada produk kerupuk impala dan samiler.
Minggu kedua, pada tahap produksi para pengusaha produk kerupuk impala dan samiler masing-masing masih menggunakan alat tradisional dan belum menggunakan peralatan yang canggih. Jadi dalam pembuatan produksi kerupuk ini murni dihasilkan dari tenaga ibu-ibu dan bapak-bapak.
Pada tahap ini tim KKN DM memberikan inovasi pada kerupuk impala dan kerupuk samiler dengan menambahkan rasa cabai daun jeruk, seblak, rumput laut, BBQ, jagung bakar dan keju. Selain rasa, terdapat inovasi dari ukuran yang dipotong lebih kecil dari produk sebelumnya serta melakukan pembaruan pada kemasan produk dengan menggunakan kemasan standing pouch ukuran 50 gr serta menambahkan label kemasan yang sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999 Pasal 3.
Pada minggu ketiga, Tim KKN DM mencoba untuk berbincang-bincang mengenai surat izin produksi pangan rumah tangga atau biasa disebut dengan P-IRT. Dari masing-masing rumah produksi tersebut belum memiliki nomor P-IRT tersebut. Kemudian dari tim KKN menawarkan untuk mengajukan Nomor P-IRT. Namun terlihat ada ketidaksetujuan karena pengajuan P-IRT tersebut dianggap sulit. Jadi dari tim KKN tidak memaksakan keputusan yang diberikan dan akan tetap membantu mengembangkan dan memasarkan produk kerupuk khas Jatisari agar lebih banyak lagi orang yang mengenalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H