Lihat ke Halaman Asli

Kajian Filsafat Bahasa Dari Segi Makna Pada Peribahasa "Tiada Rotan Akar Pun Jadi"

Diperbarui: 26 Desember 2023   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KAJIAN FILSAFAT BAHASA DARI SEGI MAKNA PADA PERIBAHASA "TIADA ROTAN AKAR PUN JADI"
Vivia Handarisna, Vera Sardila
Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
viviahandarisna@gmail.com

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman konseptual tentang filsafat Bahasa dari segi makna pada peribahasa "tiada rotan akar pun jadi".  Filsafat Bahasa merupakan kajian yang membahas tentang Bahasa terutama dari segi makna, tentunya makna yang terkandung pada kata itu sendiri. Dalam komunikasi ataupun menyampaikan pesan  tidak sekedar berbicara atau pun menuliskan sesuai yang ingin disampaikan, tentu terdapat yang namanya peribahasa. Maksud disampaikan menggunakan peribahasa tentunya membuat seseorang menjadi berfikir apa makna dari peribahasa yang disampaikan tersebut. Setiap peribahasa yang disampaikan memiliki makna dibalik kata-kata itu sendiri, baik makna yang mengandung nilai nasihat, Pendidikan ataupun sebagainya.
Kata kunci: filsafat, peribahasa, rotan, akar.

PENDAHULUAN
Filsafat bahasa memiliki peran penting dalam merinci dan menggali makna dari setiap ungkapan atau peribahasa yang melintasi ruang linguistik. Dalam kehidupan sehari-hari, peribahasa seringkali menjadi ungkapan bijak yang mengandung makna mendalam. Salah satu peribahasa yang tidak asing didengar adalah "Tiada Rotan, Akar Pun Jadi." Di balik kata-kata sederhana ini tersimpan kearifan dan filosofi yang menggambarkan hubungan antara sarana dan tujuan. Melalui pemahaman lebih dalam terhadap kata-kata yang tersembunyi di balik ungkapan ini, dapat direnungi tentang kompleksitas dan kedalaman pemikiran yang terkait dengan cara  berkomunikasi, memahami, dan meresapi kehidupan sehari-hari.
Peribahasa ini menciptakan sebuah gambaran yang kuat dalam benak, seolah-olah menuntun untuk melihat jauh ke dalam makna dan implikasi filosofisnya. Peribahasa ini dapat dihubungkan dengan konsep makna bahasa secara lebih luas. Filsafat bahasa mengajarkan bahwa setiap kata, frasa, atau peribahasa memiliki makna yang melekat dan kontekstual. Dalam konteks "Tiada Rotan, Akar Pun Jadi," dapat membuat seseorang merenung tentang bagaimana kata-kata ini tidak hanya menggambarkan kondisi fisik, tetapi juga menyiratkan ide bahwa segala sesuatu memiliki cara tersendiri untuk tetap hidup atau berkembang. Dalam artikel ini, akan dijelajahi serangkaian konsep filsafat bahasa yang terkandung dalam peribahasa ini, dengan mengupas lapisan-lapisan makna yang mengandung kebijaksanaan dan kearifan tradisional.


PEMBAHASAN
Filsafat dan bahasa merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan (Basyaruddin, 2017). Keduanya diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang menyatu dan selalu terhubung. Hal ini terlihat dari filsafat yang dapat diartikan sebagai proses analisis yang dilakukan pada konsep-konsep yang diungkapkan melalui bahasa, sehingga keduanya saling berhubungan jika dikaitkan dengan makna penggunaan makna. Berdasarkan teori ini dapat dipahami bahwa filsafat Bahasa merupakan pemikiran tentang Bahasa terutama dari segi makna Bahasa itu sendiri. Teori filsafat Bahasa ini membahas pemikiran yang mendalam mengenai bahasa, terutama fokus pada aspek maknanya. Dalam kerangka ini, filsafat bahasa berusaha memahami esensi bahasa dan bagaimana bahasa mempengaruhi pemikiran, komunikasi, dan realitas. Teori ini menggali pertanyaan fundamental tentang sifat makna, kebenaran, dan hubungan antara kata-kata dengan dunia nyata. Pemikiran filsafat bahasa melibatkan analisis mendalam terhadap struktur bahasa, serta mempertimbangkan peran bahasa dalam membentuk pemahaman kita terhadap dunia sekitar. Beberapa konsep yang sering ditemui dalam teori ini melibatkan perdebatan mengenai referensi, makna, dan fungsi bahasa dalam merangkai pikiran dan memberikan arti pada pengalaman manusia. Kesimpulannya, filsafat bahasa memberikan landasan konseptual bagi pemahaman mendalam tentang peran dan signifikansi bahasa dalam proses berpikir dan berkomunikasi, serta dampaknya terhadap konstruksi pengetahuan dan realitas.
Peribahasa adalah kalimat atau kelompok kata yang susunannya mengiaskan suatu maksud tertentu. Susunan kata dalam peribahasa bersifat tetap (Waridah, 2014: 364).  Berdasarkan teori ini dapat diketahui bahwa peribahasa merupakan sejenis kalimat atau kumpulan kata yang disusun secara khusus untuk menggambarkan suatu makna tertentu. Dalam pandangan ini, peribahasa dianggap sebagai ekspresi linguistik yang memiliki keunikan dalam penyusunannya. Waridah (2014) menegaskan bahwa susunan kata dalam peribahasa bersifat tetap, menunjukkan bahwa kata-kata yang membentuk peribahasa tersebut telah disusun secara khusus dan memiliki urutan yang tidak dapat diubah-ubah. Sifat tetap dalam susunan kata peribahasa ini memberikan kesan bahwa setiap kata memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam membentuk makna keseluruhan peribahasa. Oleh karena itu, peribahasa tidak hanya sekadar kumpulan kata acak, tetapi merupakan rangkaian kata yang terstruktur dengan cermat untuk menggambarkan suatu konsep atau ajaran tertentu. Pemahaman terhadap peribahasa tidak hanya mencakup arti harfiah kata-kata yang terkandung di dalamnya, tetapi juga melibatkan pemahaman akan konteks budaya dan nilai-nilai yang terkait dengan peribahasa tersebut. Dengan demikian, teori ini memberikan pemahaman mendalam tentang peribahasa sebagai bentuk khas dari ekspresi bahasa yang mengandung makna filosofis atau moral yang diwariskan dari generasi ke generasi.


Dilihat dari filsafat Bahasa pada peribahasa tiada rotan akar pun jadi merupakan peribahasa yang menggambarkan tumbuhan sebagai tanda hidup sederhana. Dalam filsafat Bahasa pada peribahasa ini membuat seseorang berfikir bahwa setiap kata dalam peribahasa tersebut memiliki makna. Makna-makna yang terkandung dalam peribahasa ini haruslah dipahami dengan baik menggunakan akal pikiran manusia. Maka dari itu peribahasa bisa dipahami dalam filsafat Bahasa dari segi makna. Untuk mencari makna pada peribahasa memerlukan pemikiran yang logis dan masuk akal sesuai dengan makna yang terkandung.


Filsafat bahasa dari peribahasa ini dapat mencerminkan kekayaan bahasa dan kemampuan manusia untuk menciptakan makna dan solusi dengan kreativitas. Meskipun tidak ada rotan (alat tertentu), manusia masih mampu menemukan jalan keluar atau mencapai tujuan dengan cara lain. Filosofi bahasa ini menyoroti daya kreasi manusia dalam menggunakan bahasa sebagai alat untuk menggambarkan realitas dan menciptakan solusi. Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium untuk mengekspresikan pemikiran, ide, dan strategi. Dalam konteks peribahasa ini, kemampuan manusia untuk menciptakan makna dan solusi terbuka lebar, menunjukkan bahwa bahasa adalah suatu entitas yang hidup dan terus beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi.

Peribahasa ini juga dapat dihubungkan dengan konsep kreativitas manusia dalam mengeksplorasi berbagai kemungkinan dan alternatif. Meskipun terbatas oleh kondisi atau keterbatasan tertentu (seperti tidak adanya rotan), manusia tetap memiliki kemampuan untuk berpikir di luar kotak dan menemukan cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, filosofi bahasa dari peribahasa ini merangsang pemikiran mengenai kekayaan bahasa sebagai alat untuk merespon dan mengatasi kendala hidup. Hal ini juga menekankan pentingnya kemauan, daya kreasi, dan kreativitas manusia dalam menghadapi tantangan serta menemukan jalan keluar, bahkan di tengah kondisi yang sulit atau tanpa dukungan alat tertentu.

Peribahasa tiada rotan akar pun jadi terbentuk oleh dua unsur, yaitu rotan dan akar. "Tiada rotan, akar pun jadi" memiliki makna bahwa bila tidak tersedia barang yang kita butuhkan, barang yang kurang bermutu pun dapat dimanfaatkan (Badudu, 2008: 7-8). Berdasarkan teori ini, dikaitkan pada kajian filsafat bahwa maksud dari dua unsur yaitu rotan dan akar memiliki arti atau makna. Dalam konteks peribahasa ini, "rotan" melambangkan barang atau sumber daya yang mungkin diperlukan untuk suatu keperluan, tetapi tidak tersedia atau terbatas. Keterbatasan rotan mendorong orang untuk mencari solusi atau menggantinya dengan benda lain yang mungkin tidak seideal rotan. Sedangkan pada kata "Akar" dalam peribahasa ini melambangkan kemampuan manusia untuk beradaptasi dan menggunakan sumber daya yang tersedia, meskipun sumber daya tersebut mungkin tidak sempurna. Akar mencerminkan kebijaksanaan dalam mengatasi kesulitan dan menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk menghasilkan solusi kreatif ketika dihadapkan pada keterbatasan.


Peribahasa ini dapat juga dikaitkan dalam kehidupan, karena manusia diberi akal pikiran untuk berfikir dan juga berkreasi atau kreatif. Contohnya ketika seseorang terbiasa menggunakan alat elektronik seperti handphone atau tablet untuk mencatat informasi, suatu ketika menemui situasi dimana terjadi masalah pada elektronik tersebut sehingga tidak bisa digunakan. Seseorang bisa mencari cara lain untuk mencatat informasi, yaitu menggunakan pena dan kertas. Dalam hal ini menggambarkan seseorang dalam mencari solusi yang efektif meskipun dengan alat yang berbeda. Dengan kata lain, peribahasa ini mengajarkan kita untuk bisa terbuka pemikiran kita dalam mencari alternatif dan tidak selalu bergantung pada cara atau alat yang biasa digunakan. Kita bisa menemukan solusi lain tentunya terlebih dahulu dengan cara berfikir bagaimana solusi yang tepat. Dalam hal ini, erat kaitan filsafat Bahasa dengan peribahasa tiada rotan akar pun jadi.

SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa filsafat bahasa yang terkandung dalam peribahasa tersebut menyoroti kemampuan manusia untuk menggunakan bahasa sebagai alat kreatif dalam menggambarkan realitas, menciptakan solusi, dan mengatasi tantangan. Meskipun ada keterbatasan atau hambatan tertentu, manusia tetap mampu berpikir kreatif, mengeksplorasi berbagai kemungkinan, dan menemukan jalan keluar tanpa tergantung pada alat tertentu. Hal ini menggambarkan bahasa sebagai entitas yang hidup dan dinamis, yang terus beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang dihadapi. Selain itu, pada pembahasan ini menekankan pentingnya kemauan, daya kreasi, dan kreativitas manusia dalam menghadapi tantangan dan menemukan solusi bahkan di tengah kondisi sulit. Keseluruhan, peribahasa tersebut merangsang pemikiran mengenai kekayaan bahasa sebagai sarana responsif dan fleksibel terhadap kompleksitas kehidupan. Filosofi bahasa ini menyoroti daya kreasi manusia dalam menggunakan bahasa sebagai alat untuk menggambarkan realitas, menyampaikan ide, dan menciptakan solusi. Dengan memandang bahasa sebagai entitas yang hidup, artikel menekankan bahwa kemampuan manusia untuk menciptakan makna dan solusi sangat luas, menunjukkan fleksibilitas bahasa dalam beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan.

DAFTAR PUSTAKA
Adhani, A. (2016). Peribahasa, maknanya, dan sumbangannya terhadap pendidikan karakter. Magistra, 28(97).
Badudu, J.S (2008). Kamus Peribahasa. Jakarta: Kompas.
Handayani, D. (2023). Urgensi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Berbasis Outcome Based Education. Jurnal Filsafat Indonesia, 6(2), 213-219.
Harja, R. S. (2014). Bentuk dan makna peribahasa bahasa Indonesia yang terbentuk oleh unsur tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan, dan hal-hal yang berkaitan dengan tumbuhan. Jurnal Bahtera Sastra Indonesia, 2(2).
Kinanti, K. P., & Rachman, A. K. (2019). Metafora tumbuhan dalam peribahasa Indonesia (Kajian semantik kognitif). BELAJAR BAHASA: Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(1), 68-81.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline