Sapi Pesisir adalah salah satu rumpun sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi dengan baik dan populasinya menyebar didaerah pesisir pantai, Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat.
Sapi Pesisir merupakan satu dari bangsa sapi lokal asal Indonesia selain sapi Aceh, Madura dan Bali (Martojo, 2003), dan sangat potensial dikembangkan sebagai penghasil daging.
Sapi ini biasa disebut masyarakat Sumatera Barat dengan nama lokal Jawi ratuih atau Bantiang ratuih yang artinya sapi yang melahirkan banyak anak (Bamualim et al., 2006).
Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan salah satu sentra produksi sapi potong di Sumatera Barat, memiliki distribusi persentase pada PDRB-nya dari tahun 2007 dan 2008 sebesar 3,38% dan 3,35%.
Hal ini menunjukkan bahwa peternakan di pesisir selatan memberikan sumbangan yang semakin lama semakin sedikit, sementara kita punya potensi untuk pengembangan usaha peternakan ini jika ditinjau dari segi sumber daya manusia, dan sumber daya alam.
Secara Umum program pengembangan usaha peternakan di Kabupaten Pesisir Selatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak, meningkatkan mutu genetik, populasi dan produksi daging sehingga mampu menyediakan protein hewani asal ternak untuk memenuhi kebutuhan daerah dan daerah tetangga.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah setempat dalam meningkatkan populasi dengan menggunakan teknologi, namun sampai saat ini usaha tersebut belum dapat memenuhi tingkat kesejahteraan peternak jika kita lihat dari pendapatan yang diterima oleh peternak.
Hal ini terlihat dari kemampuan budidaya sapi potong yang sebagian besar masih dilakukan sebagai tipe usaha sambilan dengan sistem pemeliharaan yang sangat sederhana dan terpencar-pencar. Skala kepemilikan baru mencapai 1 sampai 3 ekor setiap petani.
Untuk meningkatkan struktur usaha menjadi cabang usaha pokok para peternak masih terbentur pada permasalahan manajemen dan permodalan, untuk meningkatkan volume usaha, para peternak memerlukan tambahan biaya yang relatif besar.
Disamping itu masyarakat yang tinggal didaerah terpencil kurang mengetahui informasi pasar produk-produk peternakan. Kurangnya informasi menyebabkan ternak budidaya ternak tidak berkembang.
Produksi ternak yang dihasilkan suatu daerah hanya dapat mensuplai pasar-pasar didaerah yang bersangkutan maupun pasar daerah terdekat.