serupa malam sebelumnya
angin mendesak, menindih
di liang awan tinggalkan perseteruan
siang dan malam menjadi penggalan puisi
nafas pun memayungi petaka
yang acap kali lantunkan pesta
meracau di tubuh halilintar
hingga air mengalir
di pelupuk matamu
sering tergores gelisah
rebah dan jatuh, menumpahkan aksara sedih