Lihat ke Halaman Asli

VITALIS Nasrudin

Pekerja Sosial

Membongkar Stereotip pada Kaum Perempuan

Diperbarui: 13 Maret 2021   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Ocha

Wacana tentang kesetaraan gender kini menjadi tema menarik untuk diperbincangkan. Dalam pelbagai aspek kehidupan, banyak orang berharap bahwa kaum laki-laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama atau mendapat hak yang sama dalam mengekspresikan diri. Dalam dunia politik, misalnya, ada persyaratan wajib soal kuota perempuan yang harus dipenuhi partai politik dalam pemilihan caleg. Tentu ini menjadi suatu tanda bahwa kehadiran kaum perempuan sangat dibutuhkan.

Kita baru saja melewati hari spesial yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Hari perempuan sedunia, 8 Maret 2021. Pada hari spesial ini banyak yang beramai-ramai mengucapkan selamat untuk kaum ibu termasuk untuk ibu yang melahirkan kita, pokoknya ucapan bernada positif bertaburan untuk kaum perempuan pada hari khusus ini. Dengan merayakan hari perempuan sedunia ini, semua orang diharapkan menciptakan lingkungan ramah perempuan. 

Meskipun harapannya demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pemberian cap buruk terhadap perempuan tetap saja bertumbuh kembang hingga saat ini. Ada banyak stereotip yang cenderung diberikan kepada kaum perempuan antara lain: perempuan yang sering keluar malam dianggap pelacur, perempuan yang bertato dan minum alkohol dinilai sebagai perempuan jahat atau perempuan yang pakai celana robek di lutut adalah perempuan tidak baik atau perempuan dianggap tukang gosip dan cap-cap lainnya. Uniknya, pemberian cap buruk itu kadang justru datang dari kaum perempuan sendiri. 

OMK Paroki Santo Yosef Onekore dalam usaha untuk menciptakan lingkungan ramah perempuan mengadakan suatu "siaran langsung" di media facebook OMK St. Joseph Onekore dengan menghadirkan dua narasumber, Icha dan Mei. Keduanya adalah perempuan tangguh yang bekerja di dunia bisnis. 

Ketika ditanya apakah kedua narasumber ini pernah mendapat cap buruk dari masyarakat. Keduanya jujur mengatakan bahwa cap buruk terhadap perempuan itu hal biasa dalam masyarakat. Dia mengharapkan supaya kaum perempuan tetap saling mendukung dan membongkar stereotip yang sering merugikan kaum perempuan, demikian kata Mei. 

Perempuan itu jangan dilihat dari luarnya, tutur Icha Benge. Masyarakat kita pada umumnya cenderung jatuh pada penilaiaan berdasarkan apa yang tampak. Padahal sebenarnya tidak semua perempuan yang berpenampilan tidak biasanya itu adalah tidak baik.

Icha dalam hidupnya sering mendapat cibir dari masyarakat karena ia bertato. Ia tak jarang dianggap sebagai perempuan tidak baik. Tetapi Icha tidak kurang sedikit pun keberaniannya untuk tetap menjalankan hidupnya sebagai perempuan berkarir. Ia tetap kuat karena ia berpegang pada prinsipnya bahwa setiap pribadi tidak bisa menyenangkan semua orang. Oleh karena itu, berjalanlah dengan keyakinan bahwa apa yang kita lakukan baik adanya. 

Meskipun dinilai sebagai perempuan tidak baik, Icha mengaku tetap aktif dalam kegiatan menggereja, antara lain ia juga mendampingi anak-anak sekami. 

Bincang-bincang ringan OMK St. Joseph Onekore sekiranya membuka mata kita untuk menciptakan lingkungan ramah perempuan. Laki-laki hebat lahir dari perempuan yang luar biasa. Sampai jumpa dalam bincang-bincang minggu berikutnya. Viland Nasrudin




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline