Lihat ke Halaman Asli

Seragam Batik Pemkot Salatiga Bukti Walikota Pro UKM

Diperbarui: 31 Juli 2017   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran penting dalam pembangunan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. UKM terbukti mampu bertahan di tengah krisis moneter pada tahun 1997 dan mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, bahkan sampai sekarang. Pada tahun 2011 UKM menyumbang 56% dari total PDB di Indonesia (Aries Musnandar 2012). UKM juga mampu mengurangi pengangguran di Indonesia karena menyerap banyak tenaga kerja. Melihat peran nyata UKM tentu bukan menjadi hal yang mengherankan apabila pemerintah seharusnya meningkatkan kinerja sektor UKM tersebut.

Perhatian dan peran pejabat daerah sangat mempengaruhi perkembangan UKM di daerah masing-masing. Oleh karena itu kemajuan UKM pada suatu daerah juga menjadi barometer kepedulian dan inovasi pejabat setempat. Keberhasilan pengembangannya bukan semata-mata hanya terletak pada kepala daerah, namun juga peran sekretaris daerah dan kepala OPD yang terkait. Sekda sebagai administrator berperan penuh menyiapkan pendanaan, bertindak selaku koordinator, sementara kepala OPD berperan pelaksana di lapangan.

Terdapat banyak jenis UKM di Indonesia, salah satunya adalah UKM Batik. Batik adalah produk warisan budaya bangsa Indonesia yang sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan. Banyak daerah menyelenggarakan pelatihan kerajinan dan batik untuk menciptakan usaha baru, mengurangi pengangguran dan kemiskinan di daerahnya hingga mereka benar-benar mampu mandiri berwirausaha.

UKM batik di Kota Salatiga, masih berumur belia. Diciptakan sekitar tahun 2004 mengembangkan bentuk dasar batu prasasti plumpungan dan batu waturumpuk. Inovasi mengangkat sejarah kekayaan daerah ini akhirnya banyak ditiru oleh kabupaten di sekitarnya. Kini ada batik yang didesain dari tower air peninggalan pemerintah belanda, bangunan kuno bersejarah, dan getuk trio.

Dalam pengamatan penulis, kepedulian pejabat pengambil keputusan pada Pemkot Salatiga terhadap UKM ini masih tergolong rendah, bisa jadi juga terhadap UKM jenis lainnya. Dalam pengadaan seragam batik Pemkot Salatiga warna pelangi beberapa tahun yang lalu, tidak dikerjakan oleh UKM Salatiga, diproses oleh UKM luar Kota Salatiga, masing-masing SKPD membeli melalui salah satu perajin yang ditunjuk oleh pejabat Pemkot Salatiga. Ini nampak sekali menunjukkan bahwa pada jajaran pejabat administrator pengambil keputusan pada sekretariat  daerah Kota Salatiga tidak ada perhatian yang mendalam terhadap perajin batik lokal. Banyak dana yang dikelurkan untuk pelatihan terbuang bersama-sama dengan kembalinya calon perajin menjadi pengangguran.

Setelah ada pemesanan batik dalam jumlah besar dari Pemkot, order malah di berikan kepada UKM luar Kota Salatiga. Sungguh ironis memang, disatu sisi pejabat setempat mengembar-gemborkan pengentasan kemiskinan, menciptakan pekerjaan baru, melakukan pelatihan-pelatihan ketrampilan bagi warganya, pada sisi lain peluang pekerjaan itu diberikan kepada perajin batik dari luar Kota Salatiga.

Kondisi ini juga terjadi pada pengadaan seragam batik tahun 2017 ini, dapat dibilang lebih parah dari pengadaan batik pelangi, kualitasnya lebih rendah tidak sepadan dengan harganya. Batik pelangi, pewarnaanya tembus kain, beda jauh dengan batik warna oranye pengadaan tahun ini, bidang muka berwarna oranye, bidang dalam berwarna putih oranye, tidak tembus warna. Orang yang faham batik menyebutnya batik printing, diproses persis seperti sablon spanduk kain.

Rendahnya kualitas batik oranye ini menjadi pembicaraan negatif pada lingkungan PNS Pemkot Salatiga, namun tidak ada PNS yang berani mengungkapkan secara terbuka. Ada yang menyebutnya penjualnya tega memanfaatkan PNS untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, perajin batik yang ditunjuk untuk pengadaan batik tidak manusiawi karena tahu menjual batik kualitas sangat rendah pun pasti akan dibeli PNS karena untuk seragam. Ada pula yang membandingkan dengan batik kualitas sama di pasar Klewer Surakarta, harga beli batik oranye itu bisa dapat 4 potong. Ada juga yang menuding, ada kong kali kong feeantara pejabat pemkot dengan penjual batik oranye.

Adalah wajar adanya anggapan miring yang ditujukan kepada walikota dalam pengadaan batik printing warna oranye itu. Namun anggapan tidak sedap terhadap walikota dari beberapa PNS Pemkot Salatiga itu tidak lama terbantahkan dengan munculnya berita di harian Suara Merdeka tanggal 25 Juli 2017 dengan judul "Perajin Batik Lokal Dilibatkan Membuat Seragam", dikerjakan oleh eks peserta pelatihan membatik yang beberapa waktu lalu para perajin tersebut telah dilatih pengelolaan dan pembuatan batik secara profesional oleh Dinsosnakertran Kota Salatiga. Adapun motif yang dipakai merupakan karya Bambang Pamulardi, PNS Pemkot Salatiga yang juga berprofesi sebagai pencipta motif.  

Penunjukan pemrosesan seragam batik melibatkan perajin batik lokal konon merupakan prakarsa Yulianto, Walikota Kota Salatiga sendiri, ini sejalan dengan misinya pada waktu kampenye "mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berorientasi pada usaha UMKM, dan membuka ekses lapangan kerja". Misi ini nampaknya tidak dipahami oleh pejabat Pemkot Salatiga sehingga ada kesan tidak mendukung, terjadi lah pengadaan pembelian batik hasil olah printing yang dikerjakan oleh perajin batik luar Kota Salatiga.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana batik oranye bisa beredar dikalangan PNS Pemkot Salatiga tanpa sepengetahuan walikota Yulianto. Hasil penelusuran diketahui, lebih kurang satu bulan sebelum Yulianto dan Muh Haris dilantik walikota definitif, informasi seragam batik oranye itu sudah beredar melalui WA dan facebook, namun belum banyak perangkat daerah menanggapi, bahkan banyak PNS yang tidak mengetahui adanya seragam batik baru pengganti warna pelangi itu, beberapa perangkat daerah ada yang terlanjur memesan karena jadual waktu kegiatan pengadaan kain terjadual pada triwulan 1, kawatir tidak tepat waktu akan mengurangi TPP sebesar 5 %. Adapula yang berpendapat lebih baik TPP dikurangi 5 % daripada terlanjur beli seragam yang belum disetujui walikota, dan beberapa unsur perangkat daerah ada yang sudah mengetahui, bahwa walikota akan menyerahkan pembuatan seragam batik PNS Pemkot Salatiga kepada perajin eks peserta pelatihan batik, banyak peserta pelatihan membatik merupakan pendukungnya pada saat kampanye pilkada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline