Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Sepi yang Berarti

Diperbarui: 28 Maret 2017   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tenang, damai, sunyi, senyap, hening, mungkin kata-kata itulah yang identik dengan sepi. Menikmati suasana dalam temaram kesendirian jiwa, mendekatkan diri kepada sang pencipta. Banyak yang dapat kita jumpai dalam kesendirian, pikiran-pikiran beterbangan tiada menentu arah di dalam angan, pergolakan jiwa, perbincangan lirih terhadap batin, pemberontakan hati terhadap pikiran yang tak sejalan.

 Bersemedi, bertapa, meditasi, melakukan perjalanan-perjalan malam yang dapat membawa ketenangan pada keresahan hidup yang entah sudah ataukah belum ditemukan adalah suatu cara bagaimana kita bisa mencapai keselarasan dengan semesta alam. "Nyepi" yang berarti sedang melakukan sepi merupakan kesengajaan yang secara sadar kita perbuat untuk mendapatkan berbagai macam makna dalam kehidupan, sebagian mencari jati diri, sejatinya kehidupan yang dilakukan di dalam goa-goa, di pinggir-pinggir kali, di gunung-gunung, atau di dalam lebatnya hutan rimba untuk mencapai tingkatan batin yang lebih tinggi.

Bagi penganut kepercayaan Hindu, Hari raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (diri manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Agar supaya diri mendapatkan ketenangan, menjadi bersih kembali dan memurnikan perbuatan yang mungkin sempat keruh karena perbuatan dosa. Ada beberapa ritual yang dilaksanakan penganut kepercayaan Hindu menjelang hari raya Nyepi. Dengan melakukan upacara Melasti yakni penyucian segala sarana persembahyangan yang ada di Pura diarak menuju pantai, karena air laut adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Kemudian ritual Tawur atau Pecaruan, merupakan penyucian/pemarisuda segala kekotoran yang diharapkan sirna dengan memberikan sesajian kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu. 

Pengerupukan yaitu menyebar nasi Tawur mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu (petasan), serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Hal ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah dan lingkungan sekitar. Pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai Ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Inti dari melakukan Nyepi adalah mendapat ketenangan, kedamaian, dan kembali menjadi manusia yang bersinergi dengan Tuhan dan semesta alam, terlepas dari agama apa yang anda anut, menyepi merupakan kebutuhan bagi rohani kita untuk kembali bersih dan damai, meningkatkan konsentrasi, tidak mudah panik dalam menyikapi carut marut kehidupan. Bahkan diriwayatkan dalam sebuah hadist bahwa Nabi Muhammad pun melakukan "nyepi" di dalam sebuah gua.

Kita dapat mengambil makna sepi atau menyepi dengan berbagai kesimpulan. Selama tujuannya demi menjadi lebih baik lagi, dan tidak melanggar norma agama dan sebagainya, silahkan saja lakukan kegiatan menyepi anda. 

Selamat Tahun baru Saka 1939

Om Shanti, Shanti, Shanti Om; semoga damai atas karunia Sang Hyang Widhi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline