Kerinduan (atau keingintahuan) manusia terhadap Sang Pencipta sepertinya menjadi naluri dasar dari manusia. Berbagai jejak sejarah membuktikannya. Dan berbagai cara dilakukan.
Ada beberapa yang memilih untuk mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Menjauhi kehidupan duniawi. Memilih menjalani kehidupan monastik.
Monastik sendiri, ada beberapa tipe. Eremitic, bagi yang memilih untuk menyendiri, menyepi, menjauh dari kehidupan duniawi, pergi ke tempat-tempat sepi agar bisa terbebas dari gangguan dan godaan. Pertapa, sebutan dalam bahasa Indonesia.
Skete, biasanya terdiri atas dua atau tiga orang, dimana satu orang menjadi pemimpin. Skete akan berkumpul dengan skete lainnya secara berkala.
Dan tipe terakhir adalah cenobitic, yaitu terdiri atas sekumpulan orang yang membentuk komunitas, dimana mereka akan tinggal dan beraktivitas bersama dalam suatu tempat. Salah satu tempat untuk melakukan ini adalah biara. Perlu digarisbawahi, penggunaan kata biara tidak diasosiasikan dengan agama tertentu.
Untuk dapat menjalankan kegiatan spiritual dengan baik, maka tempat yang dipilih pun tidak sembarangan. Dalam banyak kebudayaan, tempat yang dipilih biasanya berada di tempat yang tinggi. Seperti di gunung. Semakin tinggi, semakin dekat ke langit. Langit seringkali diasosiasikan dengan tempat Sang Ilahi.
Dalam mitologi Yunani, tempat dewa-dewa digambarkan berada di Gunung Olympus. Mungkin ini adalah salah satu latar belakang mengapa terdapat banyak biara di Meteora, Yunani. Kota terdekatnya adalah Kalambaka, yang lokasinya sekitar 4 jam dari Athena.
Meteora terdiri atas kumpulan pilar batu paras yang mencuat di atas dataran Thessalian. Terbentuknya formasi ini akibat aktifitas geologi dalam kurun waktu yang sangat lama.
Ketinggian bebatuan ini rata-rata 300 meter, dan beberapa ada yang mencapai 550 meter. Hamparan bebatuan dengan bentuk dan ketinggian yang beragam, sangat menggagumkan. Keberadaan biara di puncak bebatuan yang menjulang tinggi itu semakin menambah kesan magis ketika kita memandangnya.
Meteora, dalam bahasa Yunani berarti "melayang di udara", dan frasa ini dengan tepat menggambarkan biara-biara ini. Lokasinya di puncak bebatuan yang kadang tertutup kabut, membuatnya seperti melayang di udara.
Kapan tepatnya pertama kali pertapa datang ke Meteora, tidak ada yang tahu pasti. Salah satu jejak tertua yang dapat ditelusuri adalah goa yang terdapat di bebatuan Aghio Pnevma, dimana didalamnya terdapat kapel yang dibangun oleh pertapa yang bernama Varnavas, yang hidup pada abad ke-10.