Untuk kesekian kalinya dunia pariwisata mendapat kejut (shock) dari Pemerintah, mulai dari penetapan Labuhan Bajo sebagai destinasi wisata premium hingga yang terakhir biaya untuk naik ke Candi Borobudur sebesar Rp. 750.000 per orang/turis.
Entah ada apa serta alasan dari dari itu semua karena sepertinya Pemerintah memang ingin menggenjot pendapatan dari pariwisata dengan membangun sarana dan prasarana di beberapa destinasi wisata yang juga menjadikannya sebagai Destinasi Super Prioritas atau sebutan lainnya.
Pembatasan pengunjung sepertinya bisa dilakukan secara teknis bukan dengan membebani secara finansial kepada wisatawan yang ingin melihat warisan dunia yang pada dasarnya ditinggalkan oleh nenek moyang kita kepada seluruh penghuni bumi, sedangkan pelestarian bisa dibaca pada akhir artikel ini.
Salah langkah kah Pemerintah?
Penulis tidak ada keinginan untuk menjawabnya karena tidak memiliki either big or small data mengenai master plan Pemerintah pada semua Destinasi Wisata yang sedang dibangun, penulis hanya mengetahui sedikit hal tentang pariwisata yaitu tentang kelokalan, adat isitiadat, budaya dan kearifan lokal.
Penulis disini hanya bermaksud membahas tentang kejutan yang kerap terjadi pada dunia pariwisata, tidak berfokus pada kejut yang tengah terjadi.
Penulis juga hanya mengetahui bahwa destinasi wisata adalah halaman tempat tinggal dari masyarakat lokal disekitar dan seyogyanya mereka terlibat dalam pengembangan dan pembangunan halaman tempat tinggalnya.
Keterlibatan mereka tidak hanya sebatas mereka ikut serta dalam proses pembangunannya ataupun dalam penggunaannya dari apa yang dibangun saja tetapi seyogyanya pula mereka lah yang menjadi pelaku utama nya terutama pada pengelolaannya.
Kenapa?