Lihat ke Halaman Asli

Mauraqsha

Staff Biasa di Aviasi.com

Garis Karman dalam Menentukan Batas Atmosfir dengan Luar Angkasa

Diperbarui: 2 April 2022   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Luar Angkasa (foto: 0fjd125gk87/pixabay.com)

Perbedaan dalam menentukan batas atmosfir bumi dengan luar angkasa sudah lama berlangsung dengan tidak adanya satu ukuran standar yang disepakati oleh semua pihak baik itu negara maupun organisasi dan lainnya.

Beberapa ahli dan ilmuwan bahkan ada yang menyatakan bahwa atmosfir bumi tidak ada batas akhirnya, akan tetapi udara akan semakin menipis berdasarkan jaraknya (distance) dengan bumi.

Terdapat dua versi standar yang dipakai yaitu versi Karman's line dan versi yang digunakan oleh NASA dan Angkatan Udara Amerika, dimana versi Karman's line digunakan oleh beberapa negara seperti Australia, Denmark dan lainnya.

Versi Karman's line juga digunakan oleh FAI yiatu Federasi Air Sport dunia yang juga sebagai pihak yang mempelopori penggunaaan Karman's Line ini. FAI menentukan batas atmosfir bumi dan luar angkasa untuk menentukan arena (ruang udara) bagi seluruh kegiatan olah raga kedirgantaraan.

Pada versi Karman's line yang digunakan FAI ditentukan batas atmosfir bumi dan luar angkasa pada ketinggian 100km dari permukaan laut sedangkan pada versi NASA dan USAF pada ketinggian 80km dari pwrmukaan laut.

Perbedaan ini kembali mencuat ketika pesawat luar angkasa SpaceShip Two milik Virgin Galatic  berhasil melakukan perjalanan pada ketinggian 82.63km dari permukaan laut dimana banyak pihak yang mempertanyakan apakah pesawat luar angkasa tersebut sudah benar benar mencapai luar angkasa dengan melebihi batas 80 km dari permukaan laut dimana pada Karman's life tidaklah demikian.

Apa itu Karman's line atau Garis Karman?

Nama Karman diambil dari nama seorang ilmuwan dan aerospace engineer keturunan Hungaria - Amerika bernama Theodore von Karman yang mencoba menentukan batas atmosfir bumi dan luar angkasa dengan perhitungan yang dia lakukan berdasarkan penerbangan yang dilakukan oleh pesawat Bell X2  yaitu sebuah pesawat dibuat oleh Bell Corporation, NACA (pendahulu NASA) dan Angkatan Udara Amerika pada tahun 1945 untuk meneliti karakteristik penerbangan pada kecepatan Mach 2-3 sebagai lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan pesawat Bell X-1.

Karman mencatat kecepatan pesawat tersebut  pada ketinggian 38.500m dengan 3.200km/jam namun pada ketinggian 91.440m kecepatan pesawat berbalik atau berkurang, hal ini karena berkurangnya udara yang tersedia untuk menghasilkan daya angkat (lift) kepada pesawat.

Pesawat yang lebih berat dari udara (Heavier than air craft) memerlukan daya angkat dalam jumlah yang sama dengan berat pesawat tersebut untuk dapat tetap diudara, sedangkan pada perhitungan Karman pesawat pada ketinggian 38.500 m daya angkat nya sudah mulai berkurang dengan hanya 98% dari berat pesawat sedangkan pada ketinggian 91.440 m kecepatan pesawat berkurang dengan berkurangnya pula udara untuk menghasilkan daya angkat kepada pesawat oleh karena itu pesawat harus menambah kecepatan untuk tetap dapat melayang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline