Bisa berpendidikan tinggi adalah kesempatan emas. Faktanya tidak semua orang bisa berkuliah sesuai impiannya akibat banyak faktor. Salah satu sumber masalah umum yang terjadi menyangkut masalah biaya yang memang mahal.
Pemberian bantuan pendidikan untuk calon mahasiswa baru (camaba) kurang mampu sudah diprogramkan pemerintah Indonesia melalui program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Kalau semua berjalan sesuai rencana seharusnya masalah akses perguruan tinggi sudah selesai. Namun, faktanya tidak demikian.
Belakang ini ramai diperbincangkan di media sosial khususnya X tentang KIP-K. Setelah viralnya mahasiswa yang diulti warganet karena dianggap mampu tetapi masih jadi penerima KIP-K, semakin banyak kasus serupa yang bermunculan. Satu persatu akun menfess kampus membongkar kasus yang diindikasi salah sasaran KIP-K.
Pro dan kontra tentang gaya hidup penerima bantuan pendidikan ini terus bergulir. Banyak pihak merasa kecewa dan meluapkan emosinya di kolom komentar. Pasalnya, penerima KIP-K ini banyak yang menunjukkan gaya hidup mewah, bahkan lebih mewah daripada orang yang kuliah tanpa beasiswa. Mulai dari punya pekerjaan dengan penghasilan tinggi, barang-barang branded, hingga hobi-hobi lain yang tergolong mahal.
Perbincangan paling ramai ialah soal kemampuan penerima KIP-K untuk upgrade kehidupan menjadi hedon bahkan sanggup memenuhi kebutuhan tersiernya. Dengan kata lain, bukan ekonominya yang enggak mampu, melainkan tidak mampu membuat skala prioritas kebutuhan.
Perdebatan semakin sengit karena saling serang antar warganet. Sisi pro menganggap wajar saja penerima KIP-K hidup sedemikian rupa karena mereka bekerja keras dengan kerja sampingan. Di sisi lain, pihak kontra menganggap jika memang sudah berpenghasilan bahkan sanggup membeli kebutuhan tersier maka sudah seharusnya dengan sadar mundur dari KIP-K.
Siapa kalangan yang merasa kecewa dengan fenomena salah sasaran ini?
Pihak yang paling kecewa pastinya mahasiswa yang memang benar-benar tidak mampu, tetapi haknya diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang secara jujur menampilkan data administrasi dikalahkan oleh orang yang tidak sadar diri. Padahal sudah sangat jelas kalau KIP-K ini bukanlah beasiswa yang ditujukan untuk sokongan dana bagi mereka yang berprestasi, melainkan program yang secara khusus diadakan sebagai wujud bantuan dana bagi camaba yang tidak mampu secara finansial.
Perlu digaris bawahi kategori tidak mampu yang dimaksud yaitu finansial untuk memenuhi keperluan kuliahnya, bukan kehidupan pribadi dan keluarganya. Lebih parahnya lagi kalau ada yang sebenarnya cukup secara ekonomi, tapi secara sengaja mengalihkan dananya untuk kebutuhan lain demi bisa dapat KIP-K ini. Istilahnya mengambil peluang dalam kesempitan. Akhirnya ya penggunaan dananya jadi melenceng, hedonism terjadi.
Penyebab utama masalah ini apa ya?
Akar permasalahan begitu sistematis terbangun. Data menjadi gerbang awal celah penyalahgunaan sasaran KIP-K ini. Kemudahan manipulasi data saat meminta surat keterangan tidak mampu (SKTM) di tingkat desa/kelurahan, apalagi kalau punya kenalan orang dalam sangat memungkinkan. Selain itu, input data administrasi pendukung lainnya misalnya foto tempat tinggal dan aset yang dimiliki juga rawan pemalsuan. Masalah diperparah oleh sistem verifikasi yang hanya berdasar input data semata. Itu artinya seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengajuan KIP-K ini memiliki andil dalam mencuatnya kasus salah sasaran KIP-K ini. Integritas setiap pihak patut dipertanyakan.
Alternatif solusi sangat dinantikan
Untuk bisa mengatasi permasalahan KIP-K yang begitu sistematis maka, Pemerintah perlu mengambil sikap. Kementrerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai pihak yang menginisiasi adanya program bantuan pendidikan KIP-K ini perlu meninjau kembali pelaksanaan program ini. Sangat diperlukan solusi untuk menjamin keadilan bagi mereka yang memang berhak memperolehnya.