Lihat ke Halaman Asli

Opini Robot dengan Kecerdasan Buatan Tentang Ahok

Diperbarui: 13 Desember 2016   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Relaks, ini artikel bukan tentang politik. Ini membahas tekhnologi kecerdasan buatan, algoritma komputer, dan robot twitter. Masih ingin lanjut?

Ok. Bayangkan skenario dimana kita bisa meminta program dengan kecerdasan buatan untuk memberikan opininya terhadap suatu topik.  Dan dia bisa menjawabnya. Pasti seru. Seberapa ngaco opininya? Seberapa nyambung?

Tentu saja robot AI belum sampai pada tahap dia bisa berpikir dan mempertimbangkan suatu topik. Dia bagus dalam hal mengolah data. Lalu bagaimana kita bisa mencapai efek seperti itu? Kita menggunakan algoritma yang dinamakan rantai markov.

Algoritma ini didasarkan pada probabilitas. Dia merujuk pada data historis untuk memprediksi kata apa yang muncul setelah kata tertentu. Penerapannya cukup banyak dan cukup ajaib. Keyboard smartphone anda besar kemungkinan sudah memiliki fitur yang memanfaatkan algoritma ini. Dia memunculkan kata apa yang disarankan tiap anda selesai mengetik satu kata berdasarkan histori anda menggunakan keyboard, atau histori standar bawaan aplikasi. Contoh lainnya, kita bisa membuat puisi dengan gaya yang sama hanya dengan memberikannya kumpulan puisi sebagai referensi. Robot twitter saya, airima (@rima_robot) mampu membuat baris baris ramalan ala nostradamus secara cukup realistik setelah saya memberinya 3500 baris quatrain dari nostradamus. Demikian pula nietzsche, dia mampu membuat kalimat dengan gaya bahasa seperti nietzsche walau jika diperhatikan seksama akan sering ditemukan kata yang nggak nyambung.

Tapi disitulah kecocokannya. Kata yang digenerate dari algoritma markov akan seolah sering cocok secara grammar, namun agak aneh secara makna sehingga ini akan cocok untuk men’generate’ hal hal seperti puisi atau kalimat yang seolah memiliki makna mendalam (semacam pesudo intelectual words). Robot puisi (@robotpuisi) ciptaan mbak pandu dari IBM Indonesia adalah contoh penerapan model ini, anda bisa beradu puisi dengannya.

Microsoft sempat membuat robot twitter bernama Tay dengan algoritma kecerdasan buatan dibaliknya. Idenya adalah menyerap opini di jagad twitter dan akhirnya membentuk pengetahuan dan karakternya sebagai robot. Public Relation Microsoft mengatakan bahwa diharapkan Tay dapat beropini layaknya anak muda sehingga Microsoft dapat memahami aspirasi tipikal anak muda secara umum. Banyak programmer (termasuk saya) yang menerka nerka algoritma seperti apa yang ada dibaliknya. 

Tebakan saya adalah: Tay menggunakan preprogrammed AI behaviour dengan AIML untuk percakapan standar dan sementara itu mengumpulkan opini yang di mention terhadap dia dan pada akhirnya diolah dengan algoritma serupa markov chain. Masalahnya adalah: hacker manapun yang punya pasukan robot twitter bisa menspam Tay dan memaksakan sebuah opini. Karena inti dari rantai markov adalah analisa probabilitas, maka jelas ini adalah sebuah bug yang cukup fundamental. Hasilnya? Kurang dari 24 jam tay berubah dari robot naif menjadi robot rasis, pemuja hitler, dan suicidal. Microsoft menutup proyek itu seketika.

Mereka yang kurang paham akan kemungkinan tekhnologi dibalik Tay (saya bilang kemungkinan karena tentu saja hanya microsoft yang tau persis), menggunakan insiden ini sebagai argumen bahwa pengembangan kecerdasan buatan (AI) adalah suatu yang mengerikan dan dapat mengancam kelangsungan manusia. 

Sementara saya melihat bahwa tekhnologi sekarang, termasuk tekhnologi yang digunakan oleh SIRI, cortana, ataupun google assistant, fondasinya masih sebatas pattern matching, belum mendekati “kesadaran” yang mampu menyelesaikan turing test yang paling sederhana sekalipun. Kita belum sampai kesana. Para pemimpin perusahaan tekhnologi di seputaran Silicon Valley sedang merumuskan kode etik bagi AI, disisi lain masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai sebuah kesadaran komputer. Artificial inteligent masih memerlukan kemajuan dari banyak disiplin ilmu sekaligus mulai dari machine learning, Natural Language Processing, hingga komponen pendukungnya seperti speech recognition, neural network, big data analysis.

Kembali ke topik yang menyenangkan. Bagaimana membuat efek yang serupa dengan Tay? Kemarin saya mencobanya. Saya memprogram Airima (@rima_robot) sehingga ketika kita tweet dan mention dia yang mengandung kalimat “apa opini kamu tentang”, maka dia akan mengolah kata atau kalimat sesudah itu dan membuat tweet tentang topik tersebut. Salah satunya adalah sebagai berikut:

 “Apa opini kamu tentang persidangan Ahok ?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline