Lihat ke Halaman Asli

VIRISSA NUR ZAHRAH

Mahasiswa S1 Universitas Jember

Psikologi Cinta: Mengapa Kita Jatuh Cinta?

Diperbarui: 15 Januari 2025   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Cinta adalah salah satu emosi paling kompleks dan menarik yang dialami manusia. Sejak zaman kuno, para filsuf, penyair, dan ilmuwan telah mencoba memahami fenomena ini. Mengapa kita jatuh cinta? Apa yang terjadi dalam pikiran dan tubuh kita ketika cinta mulai tumbuh? Artikel ini akan menjelaskan aspek psikologis, biologis, dan sosial yang memengaruhi perasaan cinta.

Faktor Biologis: Peran Otak dan Hormon

Cinta melibatkan perubahan signifikan dalam otak dan tubuh kita. Beberapa area otak menjadi lebih aktif ketika seseorang jatuh cinta, terutama area yang terkait dengan penghargaan dan motivasi, seperti ventral tegmental area (VTA). Aktivasi ini meningkatkan produksi dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan rasa senang dan kebahagiaan.

Hormon juga memainkan peran penting dalam cinta. Oksitosin, yang dikenal sebagai "hormon cinta," dilepaskan selama momen-momen intim, seperti pelukan atau hubungan seksual. Hormon ini memperkuat ikatan emosional antara dua orang. Selain itu, hormon lain seperti serotonin dan norepinefrin berkontribusi pada perasaan kegembiraan dan kecemasan yang sering dialami saat jatuh cinta.

Teori Psikologi tentang Cinta

Psikolog telah mengembangkan berbagai teori untuk menjelaskan cinta. Salah satu teori yang paling dikenal adalah teori cinta segitiga dari Robert Sternberg. Ia menyatakan bahwa cinta terdiri dari tiga komponen utama: keintiman, gairah, dan komitmen. Kombinasi dari ketiga elemen ini menghasilkan berbagai jenis cinta, seperti cinta romantis, cinta persahabatan, atau cinta yang lengkap.

Selain itu, teori lampiran (attachment theory) juga membantu memahami bagaimana hubungan awal dengan orang tua memengaruhi cara kita menjalin hubungan romantis di masa dewasa. Orang dengan pola lampiran yang aman cenderung lebih mudah membangun hubungan yang sehat, sementara mereka dengan pola lampiran yang tidak aman mungkin menghadapi tantangan dalam hubungan cinta.

Faktor Sosial dan Budaya

Cinta tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis dan psikologis, tetapi juga oleh norma sosial dan budaya. Setiap budaya memiliki definisi dan ekspresi cinta yang berbeda. Misalnya, dalam beberapa budaya, cinta romantis dianggap sebagai prasyarat untuk pernikahan, sementara di budaya lain, pernikahan lebih didasarkan pada komitmen keluarga atau ekonomi.

Tekanan sosial juga dapat memengaruhi siapa yang kita pilih sebagai pasangan. Faktor seperti status sosial, latar belakang pendidikan, dan nilai-nilai bersama sering menjadi pertimbangan. Media juga memainkan peran besar dalam membentuk harapan dan idealisasi tentang cinta dan hubungan.

Mengapa Kita Jatuh Cinta?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline