Lihat ke Halaman Asli

Moch Tivian Ifni

Penulis and pebisnis

Antusiasme Hari Raya Kupat, Tradisi Pasca Idul Fitri

Diperbarui: 23 April 2023   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dopri

Dari hari raya idul fitri dan masih di bulan syawal, hal yang sangat aku tunggu selain mudik dan unjung adalah hari raya kupat ini.

  • Tivian

Bagiku hari raya kupat sendiri merupakan hari makan enak ku karena selalu ada hidangan kupat dengan berbagai makanan kuah di antaranya sayur lodeh tewel, opor ayam, bakso dan kari ayam. Apalagi di tambah makanan penutup berupa lepet, yang kalau di makan begitu legit. Hari raya kupat sendiri dilakukan satu minggu pasca hari raya idul fitri dan biasanya hanya dilakukan di desa. Itu Kalau di Kotaku, entah di Kota kalian?? 

Untuk masyarakat yang tinggal di Kota jarang ada perayaan kupatan atau bahkan tidak mengenal tradisi Kupatan ini. Jadi setidaknya aku masih senang dan bangga bisa merasakan Kupatan meski aku tinggal di Kota karena Dulu, ketika almarhummah ibu masih hidup, aku sekeluarga setelah sholat idul fitri selalu mudik ke desa yang satu wilayah yaitu Kabupaten Lamongan karena ibu berasala dari desa tersebut. Saya, adek dan ibu selalu tinggal disana selama 1 minggu sembari menunggu hari raya Kupat ini. Sedangkan ayahku sendiri dua hari sudah balik ke kota karena harus membuka toko kembali.

Ada kenangan indah dulu yang tak kan pernah bisa aku lupakan saat hari raya kupat bersama almarhummah ibu. Saat itu, satu hari sebelum kupatan aku dan ibu pergi ke pasar desa untuk membeli janur dan kelapa untuk membuat kupat namun di pasar ternyata janurnya habis. Ibu bingung cari kemana lagi janur  sampai aku katakan

"Kok gak pakai plastik makanan aja, bu?"

Ibuku dengan ekspresi sedikit kesal kepadaku bilang

"Yo, gk pantes, le. Kupatan meski harus dibungkus janur bukan plastik makanan"

Sampai akhirnya kami pulang ke rumah mbah tanpa ada janur yang bisa kami beli. Eh, gak tahunya ada ibu-ibu lewat depan rumah teriak janur, yang ternyata ibu itu jual janur. Ibuku keluar rumah membeli beberapa ikat janur kalau gak salah harganya masih 2000 perak per ikat. Dibawanya janur itu masuk ke rumah, untuk dibuat kupat. Aku coba ikut buat kupat yang berbentuk segiempat dengan lubang di sisi atasnya untuk di isi beras. Dengan bodohnya aku, satu kupat pun tak bisa aku buat sampai ibuku kecewa.

"Yo iko, generasi muda yang tak bisa menghargai tradisi, buat kupat saja tidak bisa cuman bisa makan tok" ucap ibuku.

Ternyata buat kupat susah sekali meski aku sudah di ajarin ibu tapi tetap tidak berhail buat. Itu kenangan yang tak bisa aku lupakan saat hari raya kupatku bersama almarhummah ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline