Kita mundur dulu ke belakang, mundur ke tahun 2013, saat sebuah buku Ontologi, buku keroyokan yang ditulis para kompasioner, termasuk saya, Syaripudin Zuhri. Buku yang berjudul " Jokowi (bukan) Untuk Presiden" Buku yang dikasih sub judul , " Kata Warga Tentang Jokowi " Buku yang diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta. Pada tahun 2013, 11 tahun yang lalu, buku tersebut masih tersimpan rapi di lemari buku, di perpustkaan pribadi, perpustakaan kecil-kecilan, yang saya saya kasih nama " Pustaka Syafagib Sabes R27 ". Nama apaan tuh Syafagib Sabes R27?
Biarin aja dulu, kita kembali ke judul " Jokowi Kenapa jadi Begini? " Saya sengaja tidak menulis kata Presiden, di depan nama Jokowi, terlalu berat. Karena kalau diberikan judul ' Presiden Jokowi Kenapa jadi Begini?" Maka bahasan tulisan singkat ini akan melebar ke mana-mana, ketika menyebut Presiden di Hukum Tata Negara kita, itu sebenarnya ada dua lembaga yang menyatu dalam dirinya, ya kepala negara dan juga kepala pemerintahan RI.
Ketika kita bicara Presiden Jokowi, maka pada dirinya melekat dua lembaga tersebut, yang mau tidak mau, suka atau tidak suka, ya Jokowi adalah orang nomor satu di republika ini. Anda memilihnya atau tidak, faktanya Jokowi secara sah adalah Presiden RI, Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lah lalu hubungannya dengan buku di atas apa? Nah begini ceritanya. Buku tersebut adalah karya para kompasioner, sebutan untuk para penulis di www.kompasiana.com. Dan untuk tulisan saya, terkumpul di www.kompasiana.com/virays.
Di dalam buku tersebut saya menyumbang tiga tulisan: Pertama; Jokowi Sang Gubernur Fenomenal di halaman 149. Kedua; Dicari Capres Blusukan di halaman 243, dan ketiga; Jokowi Gubernur Langkah! Dihalaman 247. Nah tentu saja, tulisan tersebut, di lihat dari judulnya saja, anda bisa menebak, ini tentang kebaikan atau sesuatu yang istimewa dari seorang Jokowi. Dan saya pikir kebanyakan orang setuju, bahwa Jokowi memang baik. Makanya ketika Jokowi mencapreskan diri pada pilpres 2014, saat itu masih jadi Gubernur, Jokowi menang.
Hebatnya lagi, dengan segala kesederhanaannya, Presiden masuk ke gorong-gorong, mana ada seorang Presiden lain yang sampai masuk ke gorong-gorong? Pencitraan atau bukan, faktanya Jokowi memang masuk ke gorong-gorong, memeriksa gorong-gorong untuk memantau banjir di Jakarta. Ketika Pilpres 2019 Jokowi mencalonkan lagi, sebagai Presiden yang petahana, Jokowi menang lagi, Jokowi yang berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin menang melawan pasangan Prabowo- Sandi, menang untuk kedua kali melawan Prabowo. Yang akhirnya, sang lawan, Prabowo ditarik jadi menterinya Jokowi, sebagai menteri Pertahanan. Polarisasi yang terjadi pada pilpres 2019 terendam, dan saya termasuk yang memberikan pujian, memberikan dua jempol untuk mereka berdua.
Berjalan seiring waktu berlalu, dari periode pertama ke period eke dua, Jokowi baik-baik aja tuh. Namun menjelang akhir pada periode kedua, khususnya ketika Pilpres 2024 bergaung di seantero jagat Indonesia, munculah hal-hal yang tak terduga oleh para pakar, para politikus, pengamat politik, ahli hukum tata negara dan sebagainya, apa itu ? Ya siapa lagi kalau bukan munculnya Gibran Rakabuming Raka, anaknya Jokowi, yang menjadi cawapres Prabowo pada pilpres 2024, berkat adanya " Mahkamah Keluarga" istilah plesetan untuk Mahkamah Konstitusi ( MK ), sang anak Jokowi diberikan "karpet merah" dari Sang Paman, Anwar Usman yang saat itu menjadi ketua MK, sekarang sudah dipecat oleh MKMK, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dari ketua MK, mejadi anggota biasa.
Dengan keputusan MK itulah Gibran akhirnya bisa didaftarkan sebagai cawapresnya Prabowo pada pilres 2024 di KPU, gambar Gibran ada kertas pemilihan, yang dalam hitungan hari, dari tulisan ini dibuat, sekitar dua belas hari lagi, kurang dari dua minggu, tepatnya hari "H " Pilpres pada tanggal 14 Februari 2024. Lalu hubungannya dengan judul di atas apa? Nah disini persoalannya. Mari kita analisa kecil-kecilan. Ketika saya menulis pada tanggal 11 September 2023 yang lalu dengan judul " Adakah Kuda Hitam Pada Pilpres 2024?" Coba siapa yang menyangka ada nama Gibran pada pilpres 2024? Para pengamat terkecoh, dengan gaya politiknya Jokowi, termasuk saya. He he he.
Tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 28 Desember 2022, saya juga menulis dengan judul " Inilah Capres Potensial di Pilpres 2024" Pada tulisan tersebut ada enam tokoh yang saya sebut, nama-nama mereka adalah : Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Agus HY, Ridwan Kamil dan Sandiago Uno. Lihat itu, tak satupun muncul nama Gibran Raka Buming Raka! Juga Muhaimin, ga ada. Dua nama terakhir memang ga muncul, ga disebut-sebut para pengamat politik.
Dari analisa saya 50 % masuk, Prabowo, Ganjar dan Anies. Dan yang 50 % gagal, Agus HY, Ridwan Kamil dan Sandiango Uno. Yang gagal, disebut dengan becandaan " Bukan lelaki pilihan" Padahal secara fisik, mereka muda-muda dan ganteng-ganteng! Apa boleh buat, tiga nama terakhir tak punya kesempatan di Pilpres 2024. Karena mereka masih muda, masih ada waktu atau kesempatan bertarung pada pilpres 2029, 2034, 2039, dan seterusnya.
Kembali ke Jokowi Kenapa jadi Begini? Dengan masuknya Gibran Raka Buming Raka, anaknya Jokowi, mulailah Jokowi beda, jauh beda dengan pada periode pertama dan awal-awal periode ke dua. Kalau pakai bahasa agama, harusnya khusnul khotimah, meninggalkan sesuatu yang baik-baik. Sekarang menjadi suul khotimah, meninggalkan karya tidak baik,menjelang akhir tugas pada 20 Oktober 2024 mendatang. Dunia perpolitikan di Indonesia menjadi gonjang ganjing. Kalau dalam bahasa persilatan " pendekar mabuk " sedang mengeluarkan jurus-jurusnya yang susah dibaca lawan-lawa poltiknya.