Lihat ke Halaman Asli

Syaripudin Zuhri

TERVERIFIKASI

Pembelajar sampai akhir

Ahok Kena "Jebakan Batman?"

Diperbarui: 8 Maret 2016   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 


Pilkada  2017 semakin dekat, siapa yang layak menjadi gubernur berikutnya, masih banyak untuk menimbang nimbang. Sumber:kriwilnews.net

Rupanya Ahok mulai “kalang kabut”, ngeri juga rupanya Ahok lewat jalur independent ini. Takut dilibas oleh parta-partai besar yang bersatu. Makanya sejak awal sudah membuat”jebakan Batman” dengan kaat-kata semanis madu. Bunyinya kira-kira begini” Saya senang kalau bakal calon Gubernur DKI semakin banyak, dengan demikian rakyat Jakarta akan mempunyai banyak pilihan”.

Indah bukan suara itu, manis bukan kata-kata tersebut, terasa “angin surga” yang dihembuskan. Ternyata itu “jebakan Batman”, mengapa? Lihat saja ketika Ridwan Kamil baru mau mendeklarasikan ikut tidaknya menjadi balon, bakal calon, gubernur pada tanggal 29 Februari 2016 yang lalu, Ahok dan teman Ahok seperti “cacing kepanasan”, kelojotan. Ingat, Kang Emil itu baru mau, belum benar-benar menyatakan maju menjadi balon gubernur.

Apa yang terungkap? Ahok ternyata “panas dingin” dan mulai letoy. Namun ketika pernyataan Kang Emil terjadi sebaliknya. Dimana Kang Emil dengan secara tegas tidak maju menjadi balon gubernur DKI Jakarta, Ahok senangnya bukan main, teman Ahokpun berjingkrak-jingkrat bagai anak kecil mendapat permen. Kok bisa? Alsaan sangat jelas, lawan potensial yang dapat mengalahkan Ahok adalah Kang Emil, sudah banyak analisa yang mengatakan hal tersebut. Dan itu bukan asal bunyi, tapi dilihat sepak terjang Kang Emil selama ini, dan melihat sipat dan watak yang bertolak belakang dengan sipatnya Ahok, jadi Kang Emil adalah antitesanya Ahok.

Namun sayang Kang Emil mundur dari balon gubernur ini, sang jagoan yang sudah diunggulkan banyak pihak ternyata “ayam sayur”, dan itu sudah saya tulis sebelumnya dengan judul” Siapa yang senang Ridwan Kamil mundur dalam Pilkada 2017?” Namun itu haknya Ridwan Kamil. Dengan mundur Ridwan Kamil, langkah Ahok semakin tak terbendung. Apa lagi kalau partai besar mendukung Ahok, maka jabatan gubernur untuk kedua kalinya bagi Ahok sudah di depan mata.

Sebelum Kang Emil mundur dari balon gubernur DKI Jakarta, suara buat mereka berdua bisa dikatakan berimbang, walau pemilihan belum dilakukan, karena posisi pendukung terlihat nyata. Namun setelah Kang Emil mundur, suara ke Ahok akan semakin membesar, tanpa bermaksud mengecilkan suara-suara buat calon lain. Calon lainnya berhasil masuk dalam “jebakan Batman” Ahok, mengapa?

Semakin banyak lawan Ahok bermunculan, maka suara pihak lawan terpecah belah, itu pasti, karena mau tidak mau setip calon tersebut punya pendukung masing-masing, yang repotnya adalah satu juga, hanya dipisahkan oleh partai pengusungnya. Maka dengan banyaknya calon dari pihak lawan, Ahok semakin senang, karena suara lawan semakin terpecah belah, tak ada kekompakan dan kesatuan, semuanya ingin maju melawan Ahok dengan potensi masing-masing dan merasa besar, ternyata kecil, karena sudah berhasil dipecah belah oleh Ahok.

Dan itu sudah pernah saya tulisa juga” Ahok jangan dikeroyok, cukup hadirkan Ridwan Kamil”. Ahok dikeroyok akan menang, lihat kasus pada pilkada 2012, walau beda tapi polanya sama. Jokowi Ahok dikeroyok partai-partai besar, dan tanpa sadar suara pengeroyok menjadi terpecah  belah. Ini kejadian akan sama, jadi pola pilkada 2012  akan terjadi pula pada pilkada 2017, kecuali pihak lawan Ahok berpikir ulang, dengan bersatu, menyatukan langkah dan memilih satu balon saja, dan itupun harus Ridwan Kamil atau Bu Risma, sama-sama wali kota, yang satu di Bandung yang lainnya di Surabaya.

Mengapa tak ada gubernur dari provinsi lain yang mencoba maju menjadi balon gubernur DKI Jakarta? Akh… rupanya mereka merasa lebih aman menjadi gubernur di provinsi lain, ketimbang di Jakarta. Lagi pula gubernur dari provinsi lain, tak terdengar kabar beritanya. Paling –paling, sesekali, hanya gubernur Jawa Tengah dan gubernur Banten, itupun miliknya PDIP.

Kalau sudah PDIP, ya bagaimana mau “sang ratu” di partai tersebut, apa boleh buat, di negara modern yang demokrasinya sudah begitu maju, masih ada yang sangat mengandalkan apa maunya ketua, dan itupun ketua yang “abadi”, tak tergantikan dari mulai berdirinya PDIP, mungkin sampai ke anak cucu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline