Lihat ke Halaman Asli

Syaripudin Zuhri

TERVERIFIKASI

Pembelajar sampai akhir

Siapa Takut PAN dan PKS Mendukung Jokowi?

Diperbarui: 28 Desember 2015   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


PAN dan PKS mendekati pemerintahan Jokowi, apa yang salah. Sumber: triomacan2k,blogspot.com

Wah asik nih kalau terjadi reshuffle cabinet jilid II, di ini terjadi karena masuknya PAN dan PKS ke pemerintahan, tambah ramai. Mengapa? Titik keseimbangan Jokowi menjadi lebih merata, dan Jokowi ada yang membantu dan tidak tersudutkan oleh rongrongan dari dalam partainya sendiri, PDIP.  Memang agak aneh juga PDIP ini, Jokowi yang menjadi presiden tapi PDIP yang paling merasa berjasa, padahal PDIP hanya dapat 19 %, bukan pemenang pemilu, tapi suaranya memang paling banyak ketimbang partai-partai lain.

Dan memang masuk akal juga, bagaimana mau mendapatkan 50 % +1, kalau partai yang ikut pemilu 2014 saja sampai 12 partai, termasuk dua partai local dari Aceh. Jadi wajar saja tak ada yang menang, semuanya di bawah 50%. Jadi tak ada yang dominant, walau konon PDIP karena menjadi pengusung utama Jokowi minta jatah 12 kursi menteri, tapi oleh Jokowi hanya diberikan 4 kursi menteri, ya tentu saja banyak pentolan di PDIP yang “gigit jari”, karena harapan sudah melambung tinggi menjadii menteri, tapi kursi menteri jauh terbang ke langit tinggi, jadilah yang tak kabagian kursi ini teriak.. teriak, agar Jokowi segera diturunkan, terutama pada saat gonjang ganjing Budi Gunawan di calonkan menjadi Kapolri oleh Jokowi, yang pada akhirnya batal, karena membuat gaduh perpolitikan di Indonesia.

Kembali ke PAN dan PKS yang mendekati pemerintah, apa yang salah? Saya sudah tulis sebelumnya, walau banyak yang tak setuju, tapi sah-sah saja bukan? Politik jelas adalah usaha menggapai kekuasaan, dan kekuasaan itu ada di lembaga eksekutif, walau bisa juga di lembaga legislatif, DPR, DPD atau MPR maupun lembaga yudikatif, MA, MK atau YK. Tapi memang di lembaga eksekutif kelihatannya lebih menggiurkan, karena bisa mengambil kebijakan yang langsung dirasakan oleh rakyat banyak, walau hanya menjadi pembantu presiden, tapi mempunyai department yang dipimpinya.

Maka tidak heran, walau menjadi menteri tidak seperti di jaman Orba yang terbebas dari KPK, karena KPK belum ada waktu itu, tapi tetap saja kedudukan menteri menjadi inceren orang-orang partai, walau banyak menteri yang ditangkap KPK dan masuk penjara di era reformasi ini. Walaupun ada orang yang pernah menjadi menteri di jaman reformasi ini, enggan bila dipilih kembali, karena mungkin merasa betapa repotnya menjadi menteri. Itu yang sudah dilakukan oleh Muhaimin Iskandar eks menteri Tenaga Kerja dari PKB, yang walaupun ikut menang dalam pemilu 2014 lalu, karena termasuk bagian KIH, Koalisi Indonesia Hebat, Muhaimin “emoh” menjadi menteri lagi, mungkin sedang konsentrasi ke jabatan yang lebih tinggi lagi, siapa tahu bisa menjadi Wakil atau Presiden, siapa yang melarang orang bermimpi?

Begitu juga dengan PAN dan PKS, yang kelihatannya membelok di tikungan, apa boleh buat politik tetap politik, yang tujuannya adalah meraih kekuasaan, yang walau kata sebagian orang kebablasan, akh mana ada sih di Indonesia yang tak kebablasan? Lihat saja reformasi dan kebebasan, apa tidak kebablasan? Kebebasan yang begitu bebasnya sehingga lupa kalau kita masih punya Pancasila, terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang identik dengan menyembah atau beribadah kepadanya, namun jangankan ibadah, orang ingin berbuat baikpun bisa difitnah! Itulah Indonesia, yang sekarang katanya era reformasi, tapi korupsi tetap saja tertinggi, sehingga basi kalau berkata Indonesia bebs dari korupsi.

Kembali ke PAN dan PKS, ini Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera, bukan Partai Asal Naik jabatan atau bukan Partai Kau Sukai, ini partai beneran yang mendekat ke pemerintahan Jokowi, nah tinggal bagaimaan Jokowi “bermaian” di dalamnnya. Apakah akan diberikan kursi menteri atau diberikan posisi lainnya, agar suara Jokowi semakin naik dan pendukungnya semakin banyak. Dengan demikian pemerintahan Jokowi akan semakin sedikit yang merongrong atau mengganggu, namun tetap masih harus dikritisi, asal jangan niatnya bagi-bagi kursi, tapi ini realita politik kiwari. Jokowi tetap realistis, tapi tidak mudah terbawa oleh mainan gandang pihak lain.

Jadi siapa yang melarang PAN dan PKS masuk atau mendukung pemerintahan, walau saat pemilu lalu mereka bersebrangan dengan Jokowi. Jangan lupa, ini politik,  semuanya bisa dibolak balik, kawan dan lawan itu sangat relatif, semuanya tergantungan kepentingan. Kalau tujuannya untuk kepentingan rakyat banyak, mengapa tidak boleh? Kalau PAN dan PKS bergabung lalu dapat kursi menteri, apa yang salah? Kalau tujuannya memang demi rakyat, tapi kalau hanya semata-mata kekuasaan, Presiden Jokowi perlu menolaknya.

Mari kita lihat di tahun depan, 2016, apakah benar ada reshuffle cabinet atau tidak? Yang jelas bagi rakyat adalah tak penting menterinya dari partai, professional atau dari partai juga namun professional, yang penting mampukah sang menteri itu begerak mengikuti gayanya Jokowi yang fro pada rakyat atau membela kepentingan rakyat, bukan pencitraan. Sekali lagi yang penting menteri tersebut dapat membela rakyat dengan jabatannya, bukan membela partai atau golongannya saja. Jadi tak ada masalah PAN atau PKS mendukung atau gabung kepemerintahannya Jokowi, siapa takut?

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline