Lihat ke Halaman Asli

Vira Alifia

Mahasiswa

Bangun Generasi Literasi Tanpa Gadget

Diperbarui: 18 Juli 2024   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Alifia Nurul Safira dan Iyan Sofyan

(Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris dan Dosen Perkembangan Peserta Didik)

Universitas Ahmad Dahlan

Penggunaan gadget semakin meluas di kalangan anak-anak dan telah membawa dampak signifikan terhadap perkembangan mereka. Meskipun teknologi ini memberikan akses cepat ke informasi dan media pendidikan, ketergantungan yang berlebihan dapat menyebabkan dampak negatif yang perlu diperhatikan. Pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan antara lain yaitu ketergantungan, kesehatan serta pengaruh pada kualitas belajar. (Sumber: Kompasiana, 2024)

Penggunaan gadget memang sangat melekat pada suatu individu di zaman ini. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, gadget mulai digunakan dengan kebutuhan yang berbeda beda. Kehadirannya yang menjadi pisau bermata dua bagi pertumbuhan anak menuntun saya untuk menulis artikel ini. Di sisi lain, menurunnya tingkat literasi di Indonesia cukup mengkhawatirkan bagi keberlangsungan bangsa kedepannya. Korelasi antara kedua hal ini cukup menarik bagi saya untuk membangun upaya pencegahan penurunan tingkat literasi serta pengaruh dari penggunaan gadget dengan adanya fenomena ini.

Berdasakan data dari PISA atau Programme for International Student Assessment menyatakan bahwa pada tahun 2022 tingkat literasi penduduk Indonesia berada pada urutan 11 terbawah dari jumlah total 81 Negara yang di data. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia mulai jauh dari kebiasaan membaca. Membaca melalui media cetak maupun media online. Pengaruh gadget tentunya menjadi salah satu faktor utama kurangnya minat seseorang untuk membaca.

Lantas bagaimana upaya yang dapat kita lakukan untuk mengembalikan minat literasi pada generasi tanpa menghilangkan gadget? Tentunya hal ini harus dimulai dengan pendidikan dari orangtua sebagai sekolah pertama bagi anak-anak. Merubah suatu bangsa artinya kita harus mulai dari dasar, dalam hal ini anak merupakan bibit generasi bangsa yang harus kita tanamkan kebiasaan baik sebagai manfaat jangka panjang untuk masa depan. Orangtua dapat menghadirkan minat baca pada anak sejak usia kanak-kanak awal bahkan balita. Hal ini dapat dimulai dengan mengenalkan anak pada buku cerita bergambar, membacakan anak dongeng serta memberi anak asupan bacaan yang menarik. Dengan demikian, pada saat anak mulai mengenal gadget, penggunaan gadget dapat menjadi sarana mereka untuk membaca, mencari konten bacaan digital yang menarik sebab minat baca sudah tertanam sejak usia dini.

Bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Anak yang belum mulai mengenal huruf atau membaca namun langsung dikenalkan pada gadget tanpa adanya arahan dari orangtua tentu saja akan lebih tertarik menonton, melihat audio visual serta bermain game. Tentunya hal ini didasari oleh pengetahuan anak yang belum mengenal tulisan. Masalah lain yang akan timbul adalah adanya algoritma pada aplikasi-aplikasi di sosial media yang akan terus menampilkan video serupa dengan yang anak sering tonton. Bayangkan jika yang ditonton adalah konten yang tidak edukatif, tentunya pada usia yang masih di bawah umur ini dapat mengarahkan mereka pada perilaku menyimpang sejak dini. Aduh, ngeri ya moms!

Ketergantungan pada gadget sejak usia dini akan berdampak tentunya pada kualitas belajar anak. Bagaimana prosesnya? Sebutlah anak sedang dalam masa TK atau SD di mana pada usia ini anak mendapat pelajaran atau materi belajar dari guru di sekolah. Seorang anak yang belum mengenal gadget umumnya lebih mudah fokus pada hal-hal di dunia nyata yang sedang dipelajari sebab pengalihan fokus mereka tidak banyak, sementara itu jika anak sudah mengenal gadget dengan berbagai fitur di dalamnya seperti permainan online akan cenderung sulit untuk fokus karena pikiran terus mengingat game dan video-video di dalam gadget. Anak akan lebih aktif berimajinasi bahkan berkhayal berada dalam game dan dunia maya. Hal ini akan berdampak negatif nantinya, kemudian menyebabkan anak sulit diajak berkomunikasi, sulit berkonsentrasi, bicara sendiri, bicara layaknya karakter di dalam permainan online dan lain-lain.

Hal serupa terjadi pada lingkungan saya yang pada akhirnya sang anak berujung memerlukan terapi untuk melatih fokus. Nah, hal ini sangat penting untuk diperhatikan sebagai orang tua agar kita mulai mengenalkan anak huruf serta melatih kognitifnya baru mengenalkannya pada gadget, tentunya dengan pengawasan ya!. Dengan kata lan, gadget bukan tak baik bagi anak, melainkan penyalahgunaan mulai dari ketidaksesuaian usia anak dengan konten akan berdampak negatif pada perkembangan jangka panjang anak. Sementara itu, dengan mewariskan budaya literasi sama halnya dengan memupuk masa depan bangsa yang cemerlang. Yuk kita ajarkan anak kita untuk cinta literasi sebelum mengenal penggunaan gadget!.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline