Lihat ke Halaman Asli

Faridarieani

Mahasiswa

MENILIK BERDIRINYA MUSEUM SONOBUDOYO

Diperbarui: 26 Mei 2024   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Museum Sonobudoyo merupakan tempat untuk menikmati seni Jawa kuno di Yogyakarta. Letaknya tepat di tengah Kota Yogyakarta, di Utara Alun-Alun Utara. Tempat yang strategis membuat wisatawan dengan mudah berkunjung ke sana. Harga tiket masuknya sangat terjangkau, hanya Rp10.000 anda dapat berkeliling sepuasnya. Museum ini mempunyai koleksi yang beragam terutama di bidang seni dan budaya Jawa.

Museum Sonoudoyo resmi dibuka pada 6 November 1935 oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII. Sebelumnya, museum ini merupakan suatu yayasan kebudayaan Jawa. Java-Instituut merupakan sebuah lembaga penelitian yang dibentuk pada 4 Agustus 1919 untuk mengembangkan kebudayaan di Jawa, Sunda, Bali, dan Madura. 

Selama berdirinya Java-Instituut sering diadakan kongres kebudayaan dan kongres bahasa. Museum ini didirikan berdasarkan dari keputusan Kongres Kebudayaan Java-Instituut pada tahun 1924. Kongres tersebut membahas tentang sejarah bangunan kuno di Jawa dan manfaatnya bagi pengembangan kebudayaan Jawa. Selain itu, membahas juga mengenai cara agar kebudayaan daerah mendapatkan perhatian lebih dalam pelaksanaan pendidikan. Kongres yang diselenggarakan tahun 1924 menghasilkan keputusan pendirian museum di Yogyakarta.

Sebelum Museum Sonobudoyo diresmikan, terbentuk sebuah komisi museum sementara untuk mengurus museum. Beranggotakan Th. Karsten, P.H.W. Sitsen, dan S. Koperberg. Mereka bertugas untuk menentukan lokasi maupun corak-bentuk bangunan museum. Tanah di mana Museum Sonobudoyo berada adalah tanah yang dipinjam, kemudian Sultan Hamengkubuwana VIII meminjamkan beberapa lahan lagi untuk dibangun museum. Pada awalnya lahan tersebut merupakan bagian dari Keraton Yogyakarta (Pura Pakualaman). Kemudian, lahan yang dipinjamkan oleh Sultan dibuat menjadi pendapa. 

Pada pendapa tersebut diberikan candrasengkala, bunyinya adalah Buta Ngrasa Hesthining Lata yang berarti tahun 1934 Masehi. Bangunan Museum Sonobudoyo didesain oleh beberapa ahli yaitu Th. Karsten (arsitek), Sistsen dan Louzada (pemborong), Biro Bangunan Sindoetomo dan Schram (pelaksana pembangunan). 

Bangunan museum berbentuk joglo seperti bangunan masjid di Cirebon. Bangunan Museum Sonobudoyo diharapkan dapat menjadi warisan gaya arsitektur Jawa. Gaya arsitektur Jawa menunjukkan ciri khas Yogyakarta yang mana beberapa bangunannya bergaya tradisional. Sehingga, bangunan ini tidak akan kalah dengan gaya bangunan baru karena mempunyai ciri khas tersebut.

Pada masa kedudukan Jepang, Museum Sonobudoyo dijadikan sebagai Kantor Sosial bagian Pengajaran. Namun, fungsi tersebut berubah menjadi Kantor Jajaran Pemerintah DIY setelah Kemerdekaan Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, Museum Sonobudoyo diserahkan pada Pemerintah Pusat untuk dikelola. 

Pada awal tahun 2001, museum ini bergabung dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY. Museum Sonobudoyo memiliki koleksi yang sangat beragam, mulai dari artefak-artefak sejarah, seni rupa tradisional, tekstil, wayang, hingga manuskrip kuno. Semua koleksi tersebut menggambarkan akan kayanya kebudayaan dan sejarah Jawa. 

Saat ini, selain menjadi tempat penyimpanan, Museum Sonobudoyo aktif dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya Jawa. Demi meningkatkan kualitas penyimpanan dan pameran koleksinya, museum ini mengadakan renovasi besar-besaran. Sehingga, tak heran jika sampai saat ini Museum Sonobudoyo menarik banyak wisatawan untuk menikmati koleksi-koleksi budaya yang dipamerkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline