Indonesia dengan jumlah remaja yang besar sedang menghadapi tantangan serius terkait kasus seks di luar nikah. Tingginya angka kehamilan remaja, penyakit menular seksual, dan kekerasan seksual menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Berdasarkan data dari UPT Perlindungan Perempuan dan Anak Gunungkidul, pada 2022 tercatat ada 51 kasus remaja hamil di luar nikah dan mengajukan permohonan dispensasi pernikahan. Lalu dari Januari-Juli 2023 tercatat 49 kasus. Data tersebut hanya berasal dari salah satu daerah di Indonesia. Lalu apakah daerah lain juga mengalami hal serupa? Akankah angka tersebut terus meningkat?
Salah satu faktor utama dari kehamilan remaja adalah kurangnya akses remaja terhadap informasi yang akurat dalam seks. Bahasan mengenai seks merupakan hal tabu bagi banyak orang dan menimbulkan ketidaknyamanan. Hal ini menjadi hambatan utama dalam memberikan edukasi seks pada remaja. Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan pertemanan juga mempengaruhi pergaulan remaja saat ini. Mengapa bisa? Karena pemikiran, tingkah laku, dan sifat anak akan terbentuk dari bagaimana lingkungan tersebut. Munculnya media sosial membuat mereka dapat mengakses informasi dengan mudah. Namun, terkadang mereka tak dapat menyaring informasi dengan baik karena kurangnya pengawasan dan edukasi. Hingga akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan menciptakan dampak negatif.
Pendidikan seks bukan sekadar memberi pemahaman tentang reproduksi, tetapi juga nilai-nilai, perilaku, dan hubungan yang baik. Setelah memahami nilai-nilai, mereka diharapkan berperilaku sesuai norma dan membangun hubungan sehat. Selain itu, mereka harus mampu mempertimbangkan segala risiko dari perilakunya. Namun, tak banyak orang paham pentingnya hal tersebut. Buktinya, banyak kehamilan di luar nikah, penyakit menular, dan kekerasan seksual terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa remaja kurang memahami nilai-nilai kehidupan.
Sebagai orang tua, penting untuk memberi pengawasan dan perhatian lebih mengenai edukasi seks. Orang tua harus memiliki pemikiran terbuka agar anak dapat tumbuh dengan baik. Sekolah juga mempunyai peran penting dalam memberikan edukasi seks. Namun, banyak sekolah hanya membahas tentang reproduksi ketika baligh. Sekolah kurang memberi penjelasan terkait risiko dan frekuensi pemberian materi pun hanya sedikit. Hal ini dapat diubah dengan menciptakan program pendidikan agar siswa mudah memahami pentingnya edukasi seks dan meminimalkan risikonya. Frekuensi pemberian materi juga perlu diperhatikan. Selain itu, pemerintah perlu memberi dukungan dengan membuat kampanye agar masyarakat terbuka mengenai seks. Media sosial dapat digunakan untuk memperluas penyebaran informasi. Dengan bantuan influencer, diharapkan informasi yang disebarkan akan mempengaruhi audience dan memberi dampak yang baik akan kesadaran masyarakat mengenai seks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H