Lihat ke Halaman Asli

Viqar Chu

Forester

Hanya KSA untuk di-EKF-kan

Diperbarui: 29 Agustus 2024   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Ditjen KSDAE

KSA adalah Kawasan Suaka Alam yang terdiri dari Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa. Sementara KPA atau Kawasan Pelestarian Alam bentuknya berupa Taman Nasional (TN), Taman Buru (TB) dan Taman Wisata Alam (TWA).

Secara defenisi, KPA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupu di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sementara KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kedua status kawasan hutan tersebut sama-sama berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan.

Ada yang menarik, Pada Undang-undang NOMOR 32 Tahun 2024 tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem disebutkan bahwa pada pasal 19 disebutkan bahwa untuk mengurangi luas kawasan hutan dapat dilakukan oleh pemerintah terhadap kondisi KSA bukan lagi KPA.

Tulisan saya sebelumnya dengan judul "Solusi Memutihkan Kawasan Konservasi" dijelaskan bahwa untuk Jika kondisi sebuah kawasan konservasi terutama meliputi kondisi keragaman jenis, kondisi alam, formasi biota atau kekhasan dan keunikan serta luasan kawasan yang berhubungan dengan efektivitas pengelolaan sudah tidak dapat dilakukan lagi, maka Unit Pengelola dapat mengajukan pemutihan sesuai dengan hasil inventaisasi yang telah dilakukan, kemudian. 

Atas petunjuk Direktur Jenderal KSDAE melakukan uji evaluasi dimaksud apakah benar kawasan konservasi tersebut telah rusak atau masih bisa dilakukan Pemulihan Ekosistem. Kalau Kawasan tersebut dianggap telah rusak oleh tim teknis maka Menteri LHK membentuk Tim Terpadu yang terdiri dari UPT Pengelola, Pakar keilmuan dari Perguruan Tinggi, lembaga Terkait, pemda dan Masyarakat setempat. Hasil dari Tim Terpadu dijadikan patokan oleh Menteri LHK apakah kawasan tersebut dihapuskan atau tidaknya akhirnya digugurkan oleh Undang-undang terbaru ini 

Semoga bermanfaat :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline