Lihat ke Halaman Asli

Viona Marshanda Putri

Mahasiswi Fakultas Hukum di Institut Andi Sapada

Hak Guna Bangunan dalam Hukum Agraria

Diperbarui: 8 Mei 2024   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://finance.detik.com/properti/d-6634156/babak-baru-kisruh-meikarta-131-konsumen-terima-refund-hingga-pindah-unit

   Kebutuhan manusia saat ini bukan hanya tentang tanah melainkan bangunan juga tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan manusia itu sendiri.Seperti yang kita ketahui di Indonesia terdapat HGB ( Hak Guna Bangunan) yang merupakan salah satu Hak-hak atas tanah yang di atur dalam Hukum Agraria.Dalam hukum agraria HGB merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Jadi lahan yang dibangun tersebut bisa dikatakan sebagai lahan pinjaman yang didirikan sebuah bangunan . Pemilik dari lahan tersebut bisa negara, pengelola, hingga perorangan.Hak guna bangunan juga memiliki sertifikat sendiri seperti sertifikat tanah lainnya yang ada di Indonesia.

   Selanjutnya,Kelebihan dari HGB salah satunya adalah dengan memiliki properti yang statusnya HGB dapat dijadikan sebagai pilihan untuk orang-orang yang tidak menetap lama. Apalagi HGB ini biasanya terletak di lokasi yang strategis, sehingga bisa membuka peluang usaha lebih luas Sehingga Biasanya hak guna bangunan ini di manfaatkan oleh developer untuk mendirikan apartemen atau perumahan.Jika membutuhkan aset investasi jangka menengah atau pendek, maka HGB lah yang dibutuhkan apalagi dalam perkembangannya membeli apartemen masih bisa di wariskan untuk keturunan berikut nya .Adapun kekurangan dari HGB yang menjadi tantangan bagi masyarakat umum adalah jangka waktunya yang terbatas. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, HGB hanya memiliki masa pakai maksimal 30 tahun. Setelah itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu sampai dengan 20 tahun ,maka dari itu yang menjadi konflik di masyarakat jarang yang membeli properti HGB seperti apartemen atau rumah susun untuk kepentingan rumah tinggal secara pribadi. Sehingga dalam tulisan saya kali ini ingin membahas perlukah perpanjangan jangka waktu HGB di lakukan dan juga apakah perlu perubahan dari hunian perumahan tapak ke perumahan vertikal atau susun untuk masyarakat umum.

   Pemaparan kekurangan dan kelebihan dari HGB di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan properti HGB ini sangat menguntungkan bagi masyarakat yang ada di kota besar atau di perantauan karena mereka tidak perlu jauh-jauh untuk ke pusat kota ataupun untuk bekerja,mereka tak lagi terpaksa memilih rumah tapak di pinggiran kota, pemicu utama urban sprawl.Sedangkan kebutuhan hunian cenderung terus meningkat, karena akan selalu ada angkatan kerja baru yang membutuhkan rumah tiap tahunnya.Tidak hanya itu sering kali pemerintah membangun perumahan yang jauh dari pusat kota salah satu contoh kasus yang terjadi di Parepare, Sulawesi Selatan khususnya di daerah Bacukiki banyak perumahan yang terbengkalai dan tidak layak huni ada sebagian yang sudah ber"tuan" tapi tidak di rawat dengan baik sehingga ada yang sudah rusak salah satunya adalah perumahan PNS, belum lagi dengan sengketa-sengketanya yang membuat perumahan tersebut semakin lama untuk di huni oleh calon penerimanya, sehingga pemanfaatan lahan pemerintah tersebut tidak optimal,jadi strategi untuk membuat rumah susun ataupun properti HGB lainnya itu di perlukan karena pemanfaatan betu-betul di perlukan untuk di huni jadi tetap ada yang merawatnya bukan hanya untuk investasi belaka tanpa di huni selayaknya perumahan tapak , Selain itu kota juga diuntungkan karena penataan wilayah dan pemanfataan lahannya akan lebih optimal.

   Namun, masa berlaku sertifikat hak guna bangunan (HGB) selama 30 tahun membuat apartemen atau rumah susun tidak populer di Indonesia. Kalangan muda, sebagai pembeli rumah pertama, lebih memilih rumah tapak dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) meski lokasinya jauh dari pusat kota.Setidaknya ini dapat menjadi alasan sebaiknya perpanjangan jangka waktu HGB perlu dilakukan.Alasan pertama perpanjangan masa berlaku HGB membuat hunian vertikal lebih atraktif, apalagi ketersediaan lahan mustahil bertambah dan harga rumah tapak di perkotaan cenderung terus melambung.Alasan kedua memperpanjang masa berlaku sertifikat HGB membuat suplai unit apartemen terserap, terutama olah calon pembeli rumah pertama. Dengan begitu, suplai hunian vertikal juga akan banyak diserap oleh penghuni langsung dan bukan hanya investor yang berujung pada meroketnya harga hunian. Sehingga upaya untuk membangun hunian vertikal untuk masyarakat di daerah perkotaan dengan perpanjangan jangka waktu HGB menjadi solusi utama agar lebih menarik kaum muda dan peminat lainnya.Selain itu, harapannya dengan menerapkan budaya bermukim pada hunian vertikal dapat membiasakan masyarakat dengan budaya bermukim yang baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan fasilitas dari perumahan vertikal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline