Jujur, gue terlahir sebagai anak komplek, alias anak perumahan atau akrab dikenal anak rumahan lengkap dengan kemageran yang mendarah daging. Gue lebih seneng ngabisin waktu rebahan sambil melototin laptop ketimbang nongki ga jelas di pinggir jalan, maen gitar, nyanyi dengan kerandoman nada. Ya intinya gue males banget bersosialisasi dan ngepoin seluruh umat sejagat raya. Eits, tapi tenang, walopun gue ongkang-ongkang kaki, tapi gue bisa pastiin informasi tetep ngalir ke kuping gue dengan informasi akurat tentunya.
Selain males bergaul, gue juga orangnya males ngapa-ngapain, mulai dari olahraga, makan, dan mandi. Rebahan di atas kasur ditemani wifi dan cemilan sambil scrolling tiktok adalah jurus andalan gue. Terlepas dari itu semua, gue tergolong orang yang care terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkhusus dunia hukum. Ga lupa juga gue selalu keluarin jurus andalan gue, ya apalagi kalau bukan Homo Homini Lupus est, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Kalau dipikir-pikir, kenapa harus serigala? Kenapa ga harimau atau singa aja, kan raja hutan?Atau kenapa ga kucing aja, kan gemesin.
Pikiran gue mulai traveling sambil ngelahap kerupuk.
YASHH... Dengan merujuk IDNTimes, disebutin kalau singa, harimau dan serigala sangat berbeda dalam pergaulan hidupnya. Serigala terbilang sebagai hewan yang cerdas dalam memburu mangsa tentunya memiliki strategi khusus dalam mengintimidasi, membuat mangsa kelelahan dan membunuh mangsanya. Kehidupan yang berkoloni (berkelompok) membuat serigala mampu melumpuhkan lawannya. Berbeda dengan singa yang lihai bermain sirkus, serigala terbilang hewan yang sangat sulit dijinakkan dan setia pada pasangannya.
Akhirnya dapat ditarik kesimpulan, "manusia adalah serigala bagi manusia lainnya" menunjukkan kebiadaban manusia untuk memaksa hajat atau kepentingan koloninya, apapun caranya. Seng penting hasratnya terpenuhi, dan apapun derita sesamanya tidak penting. Terkhusus karena kepatuhan pada atasannya dan melindungi sesamanya, serigala dengan beringas membantai, mendestrusi kehidupan sesamanya dan menerkam yang dianggap merusak ketentraman. Wah sadis juga ya. Jadi ngeri-ngeri sedap.
Dari sekian banyak ingpoo yang beredar mata gue tertarik pada istilah "serigala dengan beringas membantai, mendestrusi kehidupan sesamanya dan menerkam yang dianggap merusak ketentraman" dan pikiran gue tertuju pada tindak pidana terorisme. Dengan keji memusnahkan bak raja atas semesta, melahap habis segala yang bernyawa demi tetap menjaga ketentraman abadi dan merebakkan ideologi tanpa dasar. Benar-benar serigala keji!
Bicara pasal terorisme, bukanlah hal tabu di dunia bahkan di Indonesia bahkan perang terhadap terorisme seakan tanpa henti menjadi sorotan publik. Sejarah mencatat terdapat 5.226 aksi terorisme di dunia sepanjang 2021. Wow, angka yang fantastis bukan?
Secara etimologis (asal usul katanya), kata terorisme,berasal dari kata 'teror,' diambil dari bahasa Latin terrer yang berarti menggetarkan atau menyebabkan kengerian akibat ketakutan yang besar.
Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2oo3 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang mendefinisikan Terorisme sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Itu sebabnya terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Konon katanya, terorisme adalah upaya untuk masuk surga berdasarkan ajaran keyakinan tertentu. Jujurly, gue ga ngerti, apa benar kalau kita rela ngorbanin diri sendiri untuk memusnahkan manusia dengan berlandaskan menegakkan agama tertentu kita bisa masuk surga? Alasan klasik bukan? Tapi, sejauh ini gue percaya kalau tujuan terorisme bukan sekedar melukai atau membunuh rakyat sipil belaka, tapi dibalik itu, ada motivasi politik, yang menginginkan demoralisasi pada publik dan pemerintah, mengekang HAM, menggoyahkan kepemimpinan musuh dan membahayakan perdamaian serta keamanan internasional.
Jika dibedah secara mendalam, jelas terorisme dan korupsi seakan ga beda jauh. Selain sama-sama rempong mengusut kasusnya, dan terbilang melibatkan perlintasan negara ternyata kedua kejahatan luar biasa ini juga sama-sama doyan diberi remisi oleh negara loh. Hmm ada apa ya gerangan? Terlihat 50 Napi Terorisme Indonesia dan napi korupsi 214 Orang berhasil dapet remisi pada 2021 silam.