Apa itu santri?
Kita pastinya sudah tidak asing dengan yang namanya santri. Tapi apa itu santri? Menurut wikipedia, santri adalah sebutan untuk orang yang mengikuti pendidikan agama islam di pesantren. Tetapi bagi santri sendiri, santri adalah siapapun yang mengenyam pendidikan agama islam di pesantren dan orang-orang yang sudah lulus dari pesantren. Jadi, meskipun seseorang tersebut tidak lagi berada di pesantren, orang tersebut akan tetap menjadi santri. Sedangkan pesantren sendiri, menurut wikipedia, yaitu sebuah lembaga pendidikan islam tradisional yang para siswinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru atau yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama yang digunakan sebagai tempat tinggal para santri
Di Indonesia, ada sekitar 40 juta santri dan 25 juta diantaranya sudah lulus dari pondok pesantren. Jumlah yang cukup banyak bila mempertimbangkan masuknya islam ke indonesia masih sekitar 300 tahun yang lalu, yaitu selitar abad ke 7 atau 8 masehi. Kementrian agama (Kemenag) mencatatat, saat ini jumlah pesantren di Indonesia ada sekitar 26.975 unit dihitung pada april 2022. Artinya pertebaran pesantren di Indonesia sangat banyak dan juga menjadi sebab banyaknya jumlah santri di Indonesia.
Apa peran santri hingga ada peringatan hari santri nasional?
Sebagai penulis yang juga menjadi santri, kami para santri diajari tentang "hubbul wathon minal iman" yang artinya mencintai tanah air atau nasionalisme adalah sebagian dari iman.
Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, kemerdekaan juga tidak lepas dari peran santri yang ikut andil di dalamnya. Pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang juga diperingati sebagai hari pahlawan, santri Indonesia juga memperlihatkan perannya dalam perjuangan kemerdekaan. Bersama TKR, para ulama membakar semangat juang para santri untuk maju ke medan pertempuran guna mempertahankan kemerdekaan yang mau direbut oleh tentara Inggris.
Perjuangan para santri itu diawali dengan adanya Resolusi Jihad yang diprakarsai oleh kaum santri di Kampung Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945. Pada 21 Oktober 1945, K.H. Hasyim Asy'ari menyerukan amanat berupa kaidah-kaidah yang menjelaskan mengenai kewajiban umat islam, baik pria maupun wanita untuk berjihad mempertahankan tanah air dan bangsanya. Keesokan harinya, pada 22 Oktober 1945, PBNU mengadakan rapat pleno yang dipimpin oleh salah satu ulama besar yaitu K.H. Abdul Wahab Chasbullah untuk mengambil keputusan mengenai Jihad fi Sabilillah dalam membela tanah air dan bangsa yang diserukan oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebelumnya.
Pada 22 Oktober 1945 itulah, K.H. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa sekaligus resolusi jihad pada saat yang bersamaan. Perbedaan antara fatwa dan resolusi jihad ada pada siapa yang menjadi tujuannya. Fatwa Jihad ditujukan untuk para nahdliyin dan umat islam secara keseluruhan, sedangkan Resolusi Jihad ditujukan untuk Pemerintah Republik Indonesiayang baru saja merdeka.
Dilansir dari nu.or.id Fatwa Resolusi Jihad fi Sabilillah berbunyi: "Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu 'ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di Iuar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah (jang cukup, kalau dikerjakan sebagian saja. . ." .
Atas dasar pertimbangan politik, fatwa jihad fi sabilillah tidak disampaikan melalui surat kabar maupun melalui siaran radio. Tetapi, resolusi jihad fi sabilillah disiarkan di radio juga dimuat dalam surat kabar dan hal itu menjadikan Indonesia cukup gempar terlebih rakyat Surabaya saat itu. Sedangakan isi dari resolusi jihad, dilansir dari nu.or.id yaitu
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA