Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Dakwah di Era Erupsi

Diperbarui: 2 Juli 2024   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Syamsul Yakin & Viola Khairunnisa : Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tantangan dakwah di era disrupsi mencakup berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi para dai. Hambatan tersebut meliputi keterbatasan jumlah dan kualitas dai, media dakwah yang terbatas, serta variasi waktu dan lokasi dakwah. Selain itu, dana juga menjadi masalah yang perlu dikelola dengan baik. Manajemen dakwah yang efektif sangat diperlukan untuk mengatasi semua hambatan ini.

Tantangan dakwah memerlukan upaya besar dari para dai dan mitra dakwah untuk mencari cara-cara baru dan inovatif dalam berdakwah di masa kini. Era disrupsi ini ditandai dengan transformasi besar-besaran di bidang teknologi informasi dan digital yang membawa dampak signifikan bagi mad'u. Misalnya, rusaknya akidah, diabaikannya syariah, dan dekadensi moral yang terjadi secara tidak terduga.

Para dai menghadapi tantangan besar dengan maraknya judi online yang mencapai total transaksi hingga 600 triliun rupiah. Di era disrupsi ini, pelaku judi tidak terlihat, transaksi dilakukan dari jarak jauh, dan bandar berada di tempat yang tidak diketahui. Namun, korbannya sangat nyata, seperti orang yang kalah judi kemudian putus asa dan bunuh diri.

Untuk mengatasi problematika dakwah di era disrupsi, para dai dan mitra mereka harus melek literasi digital. Literasi digital dakwah adalah kemampuan mengoperasikan dan memanfaatkan media digital untuk berdakwah, termasuk menggunakan internet dan media sosial untuk membuat konten dakwah. Selain itu, grup dakwah yang ada harus dimaksimalkan untuk menyebarkan pesan utama dakwah: akidah, syariah, dan akhlak. Dai harus terus berkreasi dan berkontribusi di dunia digital, karena hambatan dan tantangan dakwah datang dengan cepat.

Hubungan baik dan perhatian penuh terhadap mad'u online harus selalu dijaga. Sedapat mungkin, tidak ada anggota yang keluar dari grup dakwah karena alasan tertentu. Mungkin ada mad'u online yang terpapar konten yang kontra produktif dengan gerakan dakwah disrupsi.

Secara personal, dai harus mampu bertahan dan tetap berdakwah di era disrupsi ini. Untuk itu, dai harus kritis terhadap perkembangan isu atau tren topik di dunia digital dan menawarkan solusi yang canggih dan inovatif.

Kesimpulannya, untuk berdakwah di era disrupsi, seorang dai harus memiliki kecerdasan emosional (EQ), akrab dengan dunia digital dan isu-isu di dalamnya, serta mampu mengadopsi kecerdasan buatan (AI) dalam berdakwah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline