Lihat ke Halaman Asli

Dilema, Kelestarian Budaya atau Perekonomian

Diperbarui: 16 Juni 2022   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Jadi naik atau tidak? Berita mengenai rencana naiknya tarif tiket masuk kawasan wisata Candi Borobudur pada Juni 2022 tentunya menjadi polemik bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana bisa masyarakat tidak gerah ketika mendengar kabar dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Kabinet Kerja, Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A., bahwa tarif tiket masuk Candi Borobudur ingin dinaikkan hingga 15 kali lipat dari harga semula, yaitu Rp 50.000,00 menjadi Rp 750.000,00 untuk warga lokal dan USD 100 untuk wisatawan mancanegara.

          Dikutip melalui jurnal pariwisata dan budaya yang berjudul "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Wisatawan Dalam Mengunjungi Wisata Budaya Candi Borobudur" pada tahun 2020 menjelaskan bahwa 33 dari 44 responden berpendapat bahwa tarif tiket masuk Candi Borobudur masuk dalam kategori "cukup mahal". Lalu bagaimana apabila kebijakan ini benar-benar akan ditetapkan? Bukankah kita semua tahu bahwa banyak sekali warga sekitar yang hidupnya bergantung pada kawasan ini untuk mencari sesuap nasi, tidakkah pemerintah berpikir bahwa hal ini bisa menyebabkan penurunan wisatawan yang sangat drastis? Apakah kondisi perokonomian warga bukanlah hal penting? Mengapa hal ini tidak menjadi pertimbangan yang kuat?

          Menurut Luhut, hal ini dilakukan agar Candi Borobudur yang merupakan situs warisan dunia yang didaftarkan oleh UNESCO pada tahun 1991 ini bisa terlindungi kelestarian dan kekayaaan sejarah, serta budaya yang terkandung di dalamnya oleh generasi saat ini dan masa mendatang. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Arkeolog Indonesia (PAI), Marsis Stopo dan beberapa penelitian, penyangga batu Candi Borobudur bisa saja terancam mengalami kerusakan karena aktifitas manusia. Saat ini sudah terjadi keausan yang sangat dalam, sehingga membuat hampir semua bagian tangga permukaannya sudah cekung. Namun, apabila itu alasannya mengapa pemerintah tidak mengambil tindakan lain untuk mengatasi permasalahan ini daripada menaikkan tarif tiket masuk dengan harga yang tidak masuk akal? Hal itu tentunya membuat masyarakat bertanya-tanya, apa benar alasan tersebutlah yang membuat pemerintah berencana untuk menaikkan tarif tiket, ataukah ada alasan lainnya?

          Kelestarikan kebudayaan atau kestabilkan perekonomian? Tentunya kedua hal tersebut memiliki tingkat kepentingan yang sama. Disisi ini pemerintah ingin agar warisan budaya yang indah, yaitu Candi Borobudur bisa tetap terawat dimasa mendatang, akan tetapi wacana mengenai kenaikan tarif tentunya akan berdampak sangat buruk bagi perekonomian warga. Lalu tidakkah ada solusi terbaik yang bisa mengatasi hal ini?

          Tak selang beberapa hari dari munculnya wacana tersebut, pada (15/6/2022), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menjelaskan bahwa wacana tersebut tidak akan ditetapkan. Tarif tiket masuk Candi Borobudur akan tetap sama dengan sebelumnya, yaitu Rp 50.000,00 untuk orang dewasa dan Rp 5.000,00 untuk pelajar. Selanjutnya, pemerintah juga membuat kebijakan mengenai kuota maksimal pengunjung setiap harinya, yaitu 1.200 orang dan diwajibkan untuk mendaftar secara online terlebih dahulu pada https://ticket.borobudurpark.com/ .Wisatawan yang berkunjung juga harus didampingi oleh pemandu wisata lokal dan menggunakan upanat atau sandal khusus yang terbuat dari anyaman daun pandan buatan langsung dari pengrajin di kawasan Candi Borobudur dan sudah disediakan untuk para wisatawan agar tidak mengikis bebatuan di kawasan Candi Borobudur. Sandal ini telah teruji menyebabkan keausan yang lebih rendah dari alas kaki biasa karena sandal ini memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah dari jenis spons batu.  

          Keputusan yang telah diambil pemerintah dengan membatalkan kenaikan tarif tiket masuk Candi Borobudur ini tentunya harus diapresiasi. Karena masih ada banyak solusi untuk menjaga warisan budaya kita tanpa harus menghancurkan perekonomian warga. Hal ini tentunya menjadi kabar yang baik bagi rakyat Indonesia, terutama warga sekitar, misalnya pedagang yang kehidupannya bergantung pada kawasan Candi Borobudur ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline