Lihat ke Halaman Asli

Vinsensius SFil

Sarjana Filsafat

Forgive and Forget: Mustahil Bersatu?

Diperbarui: 21 Agustus 2024   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasa sakit itu akan berkurang. Sumber: hidayatullah.com

Seringkali kita terhipnotis oleh ilusi: Forgiving does not mean forgetting, atau forgiving is not the same as forgetting. Seakan-akan kita mempertentangkan antara memaafkan dan melupakan. Dua kata tersebut hampir serupa dalam bahasa Inggris (forgive and forget), namun memiliki makna yang sangat berbeda. Meskipun demikian, apakah yang berbeda ini mustahil untuk bersatu?

Memaafkan tanpa Melupakan 

Mudah untuk mengatakan "Aku memaafkan kamu, dia, atau mereka". Namun sulit untuk melupakan 'luka' yang telah terukir dalam jiwa kita, akibat perbuatan buruk dari orang lain terhadap kita. Ini kenyataan yang tak dapat dipungkiri dan pasti dialami oleh setiap orang yang masih bernafas di atas muka bumi. 

Mengapa hal ini bisa terjadi? Memaafkan berada dalam tataran kesadaran manusia akan sebuah nilai, baik yang diperolehnya dari agama maupun adat istiadat yang mengajarkan moral secara umum. Sedangkan melupakan adalah aktivitas otak secara mekanis, yang berusaha menghapus memori masa lalu, sedangkan memori itu sudah ada dan tersimpan dalam otak, dan akan muncul pada saat-saat tertentu, misalnya di saat sedih, kesepian atau mengalami kegagalan. 

Jika kesadaran itu masih berada dalam tataran kata, alias di bibir saja, maka maaf yang terucap bukanlah maaf dalam arti yang sesungguhnya. Dengan kata lain, kita belum memaafkan dia atau mereka dengan sepenuh hati. Maaf yang diucapkan tanpa melibatkan hati yang tulus dan ikhlas untuk memaafkan adalah manipulasi. Seakan-akan memaafkan tapi sebenarnya tidak memaafkan sama sekali.  Hal inilah yang membuat kita sulit untuk melupakan kesalahan orang lain terhadap diri kita dan rasa sakit akan 'luka' masa lalu tetap terasa sakit, bahkan semakin sakit, karena menjadi luka batin. 

Memaafkan tanpa harus Melupakan 

Kesadaran yang perlu kita tanamkan dalam hati, berhadapan dengan realita bahwa memaafkan tanpa melupakan adalah sakit, ialah memaafkan tanpa harus melupakan. Fokus utama kita adalah memaafkan titik. Perkara melupakan menjadi nomor dua, tiga, dan seterusnya. 

Tentu saja memaafkan perlu kerendahan hati. Untuk apa? Rendah hati untuk memaafkan orang lain yang berbuat salah terhadap kita, sekalipun orang tersebut tidak pernah meminta maaf kepada kita. Apakah kita bersikap terlalu baik jika berbuat demikian? Setidaknya hal ini baik untuk diri kita sendiri. Sebab dengan memaafkan, kita melepaskan satu beban dari pundak kita, bisa jadi beban kekecewaan, kejengkelan, kemarahan, kesedihan, dan beban berat lainnya. 

Kemudian, jika kita sudah memaafkan orang tersebut, apakah otomatis kita bisa melupakan perbuatan buruknya terhadap kita? Sekali lagi aktivitas mekanis otak tak mudah kita manipulasi, karena sekali memori kita sudah menyimpannya sangat sulit untuk dihapus semua kenangan itu. 

Namun, ada yang berbeda. Apa itu? Rasa sakit terhadap pengalaman masa lalu. Jika kita sudah memaafkan dengan sepenuh hati, rasa sakit itu tidak akan terasa lebih sakit dari sebelum kita memaafkan atau sebelum kita memaafkan dengan sepenuh hati. Hanya itu yang berbeda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline