Lihat ke Halaman Asli

Vino Dzaky

College Student

Konservasi Wilayah Pesisir pada Ekowisata Mangrove BJBR Kota Probolinggo

Diperbarui: 19 Oktober 2020   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Kata kunci dari konservasi wilayah pesisir sendiri meliputi pemanfaatan, perlindungan, pelestarian, serta terjaminnya ekosistem yang berkesinambungan. Konservasi ini dilakukan karena sumberdaya pesisir baik flora, fauna, dan ekosistem memiliki kepentingan akan nilai  ekologis, ekonomis dan sosial bagi wilayah sekitarnya. 

Dalam konservasi terdapat aspek penting yang tidak boleh diabaikan yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Aspek lingkungan yang dimaksud yaitu meliputi tumbuhan dan hewan harus sesuai dengan habitatnya sehingga dapat tumbuh secara optimal. Lalu, untuk aspek ekonomi sendiri yaitu dengan melakukan konservasi tentunya membutuhkan biaya pemeliharaan seperti biaya penanaman, biaya perawatan, dan biaya pengamanan. Terakhir, aspek sosial yang menjelaskan bahwa dalam konservasi perlu melibatkan masyarakat untuk pemeliharaan lingkungan sesuai dengan kearifan budayanya. 

Konservasi wilayah pesisir memiliki keterkaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan kebutuhan generasi mendatang tanpa mengurangi fungsi lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan melingkupi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial yang diterapkan secara seimbang, serasi, dan selaras dengan alam. 

Konservasi wilayah pesisir yang berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Terdapat 3 strategi untuk melaksanakan konservasi tersebut, yaitu strategi pemanfaatan, strategi perlindungan, dan strategi pelestarian. Strategi pemanfaatan antara lain merumuskan kebijakan konservasi wilayah pesisir yang berkelanjutan, membuat mekanisme koordinasi antara perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan mengembangkan kemitraan dalam pemanfaatan pesisir. Strategi perlindungan meliputi menetapkan wilayah pesisir yang membutuhkan perlindungan mendesak, dan menetapkan zonasi perlindungan. Lalu, untuk strategi pelestarian antara lain menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif dalam pelestarian, membangun sarana dan prasarana pelestarian in situ untuk melestarikan keanekaragaman hayati wilayah pesisir dan meningkatkan apresiasi dan kesadaran nilai dan kebermaknaan keanekaragaman hayati wilayah pesisir. 

Salah satu cara untuk melakukan konservasi wilayah pesisir yaitu dengan menanam hutan mangrove. Mangrove sebagai ekosistem terpenting yang berada di antara zona laut dan pesisir memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Mangrove merupakan lumbung kehidupan masyarakat pesisir karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan jutaan manfaat untuk kehidupan. 

Hutan mangrove secara ekologis memiliki fungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara berbagai macam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan). Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun habitat sementara, penghasil sejumlah detritus, dan perangkap sedimen. Mangrove merupakan habitat bagi spesies laut dan darat. Di bawah air hutan mangrove menjadi lahan bertelur dan berkembang biak ikan, udang, kepiting dan reptil lainnya. Dari segi ekonomi, vegetasi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku kertas, kayu bakar, arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain, seperti tanin dan pewarna (Mukhtasor, 2007: 36). 

Disamping itu, mangrove juga memiliki peranan penting sebagai mitigasi dari krisis perubahan iklim karena mangrove memiliki peran sebagai penyimpan karbon lima kali lipat lebih banyak di negara tropis (Murdiyarso et al., 2015). Dengan melakukan konservasi hutan mangrove ini maka kita sudah melakukan usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam. Salah satu bentuk dari konservasi hutan mangrove adalah membangun ekowisata mangrove. 

Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktivitas yang menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi,meneliti dan menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut (Qomariah, 2009). Menurut Fandeli et al (2000). Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama secara aktif dan berkelanjutan. Salah satu ekowisata yang ada di Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kota Probolinggo yaitu Beejay Bakau Resort atau biasa dikenal dengan BJBR. 

Wilayah Kota Probolinggo berada di sebelah utara Provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan laut yaitu Selat Madura. Setiap kota yang terletak dipinggir laut tentunya memanfaatkan hutan bakau sebagai ekowisata mangrove, tak terkecuali di Kota Probolinggo. Ekowisata ini menyajikan pemandangan hutan bakau, laut, dan dilengkapi dengan resort. Wisata BJBR adalah sebuah wisata hutan bakau seluas 5 hektar yang terletak di pesisir pantai. BJBR Probolinggo dibangun pada tahun 2013 dan langsung mendapat respons hangat dari para wisatawan. Tujuan dasar pembuatan ekowisata mangrove semakin berkembang karena masyarakat menjadikan ekowisata mangrove sebagai objek wisata alternatif yang jarang ditemukan di daerah perkotaan. Hal ini memiliki tujuan secara tidak langsung yaitu agar jenis wisata yang ada di Kota Probolinggo semakin beraneka ragam. 

Letak ekowisata ekowisata BJBR ini sangat strategis dan mudah diakses oleh pengunjung dari luar kota. Salah satu kelebihan dari ekowisata ini adalah terletak pada hutan bakau yang dapat dilintasi menggunakan jembatan di atas laut, dan memiliki berbagai jenis fauna dan flora yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Fasilitas yang dimiliki ekowisata ini terbilang lengkap dimana diantaranya terdapat beberapa spot foto, cycling track, wahana permainan air, wahana bermain seperti flying fox, taman, lapangan, dan mushola. Ekowisata ini juga terdapat fungsi edukasi dengan berwawasan lingkungan. Hal ini ditunjukan dengan berbagai jenis tanaman dan manfaatnya yang terpampang pada plang besi di setiap tanamannya. 

Dibalik itu, kondisi hutan mangrove pada umumnya terjadi degradasi lingkungan karena terdapat penambahan beberapa aktivitas pada ekowisata. Akibat yang ditimbulkan yaitu terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sebagai perlindungan wilayah pesisir, habitat biota laut, dan terputusnya mata rantai makanan bagi biota kehidupan seperti burung, reptil, dan berbagai kehidupan lainnya. Tekanan terhadap hutan mangrove di wilayah Kota Probolinggo, sebagai akibat tumbuh berkembangnya pusat-pusat kegiatan dan berbagai aktivitas manusia, juga disebabkan oleh beberapa aspek kegiatan antara lain pengembangan permukiman, pembangunan fasilitas rekreasi, dan pemanfaatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline