Lihat ke Halaman Asli

OTT KPK di PN Medan, MA Perkuat Pengawasan

Diperbarui: 31 Agustus 2018   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jubir MA, Dr. Suhadi (tengah) saat konferensi pers di Media Center MA, Jakarta.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Medan pada hari Selasa (28/08/2018) telah mengamankan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Namun, setelah 1 x 24 jam, pimpinan KPK mengumumkan bahwa dari sejumlah pihak yang diamankan tersebut, 4 (empat) orang ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing Merry Purba (hakim ad hoc tipikor PN Medan), Helpandi (Panitera Pengganti PN Medan), dan dua lainnya berasal dari pihak swasta.

Adapun Ketua PN Medan, Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan, Wahyu Prasetyo, dan salah seorang hakim PN Medan, Sontan Merauke Sinaga tidak ditetapkan sebagai tersangka dengan pertimbangan tidak terdapat alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status ke tersangka.

Dalam konferensi pers  (30/08/2018) di Media Center MA, hadir Dr. Suhadi, SH, MH selaku juru bicara MA, Dr. Abdullah, SH, MS selaku Kepala Biro Hukum dan Humas MA serta David MT Simanjuntak, SE, MH selaku Kepala Bagian Hubungan Antarlembaga MA. Suhadi mengatakan bahwa MA dengan segala upaya telah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatur pengadilan, yaitu dengan pembinaan langsung dan regulasi. 

"Dalam pembinaan langsung semua pimpinan MA turun ke bawah, mengadakan dialog, apa keluhannya, apa masalahnya, dan dicari pemecahannya. Dalam kunjungan pimpinan MA, ditayangkan video-video OTT terdahulu agar ada efek jera, rasa takut aparatur pengadilan untuk berbuat hal serupa. Sedangkan melalui regulasi, terdapat PERMA Nomor 7, 8, dan 9 Tahun 2016," terang Suhadi.

Terkait dengan SK penundaan promosi hakim Marsudin Nainggolan sebagai hakim tinggi di Denpasar dan Wahyu Prasetyo sebagai Ketua PN Serang, Suhadi menerangkan bahwa tim pengawas dari MA sudah turun ke Pengadilan Tinggi Medan. "Saya kira tidak akan lama, dalam 1-2 hari ini MA akan menetapkan tindak lanjut dari kondisi seperti ini," kata Suhadi.

Ditanya terkait sanksi untuk atasan langsung dari hakim yang terjerat OTT KPK, jubir MA menjelaskan bahwa dalam PERMA Nomor 8 Tahun 2016 ada tanggung jawab atasan langsung. "Badan Pengawas MA dengan berpedoman pada PERMA ini akan melihat bagaimana peran atasan dalam membina dan mengawasi bawahannya, sejauh mana telah dilakukan. 

Seperti terjadi di Bengkulu, ketua majelisnya ternyata ketua pengadilannya (KPN) tetapi anak buahnya yang melakukan perbuatan terkait OTT, langsung KPN nya  diberhentikan sebagai KPN Bengkulu," katanya.

Atas penetapan tersangka tersebut, Mahkamah Agung mendukung upaya KPK tersebut, selain karena selama ini kerjasama antara Mahkamah Agung dengan KPK masih terus berjalan, langkah tersebut sangat membantu Mahkamah Agung dalam mewujudkan aparatur pengadilan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Adapun terhadap aparatur pengadilan yang telah diamankan namun tidak ditetapkan sebagai tersangka perlu merehabilitasi nama baiknya.

Mahkamah Agung saat ini tengah giat berusaha untuk melaksanakan reformasi birokrasi melalui pembangunan zona integritas dalam rangka mewujudkan wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM). Untuk mewujudkan hal tersebut, Mahkamah Agung telah mengambil langkah-langkah dalam rangka percepatan reformasi birokrasi.

Langkah-langkah tersebut meliputi pelaksanaan sertifikasi akreditasi penjaminan mutu (SAPM) pengadilan, pengembangan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), implementasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), pengunggahan putusan pengadilan yang sudah mencapai lebih dari dua juta putusan, implementasi pengadilan elektronik (e-court) untuk menunjang terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan serta kemudahan berusaha (ease of doing business), pengembangan sistem informasi kepegawaian (SIKEP) terintegrasi, proses mempertahankan pencapaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan penilaian mandiri reformasi birokrasi pada tahun 2018 mencapai nilai 88,43 atau meningkat dari 74,05 pada tahun 2017, 74,42 pada tahun 2016, 73,44 pada tahun 2015 dan 48,33 pada tahun 2014.

Di bidang pengawasan, Mahkamah Agung telah mengadopsi ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Suap, mengembangkan sistem informasi pengawasan (SIWAS), dan menerbitkan berbagai peraturan yang relevan, seperti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya serta Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/IX/2017 tentang tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline