Lihat ke Halaman Asli

Vincent Setiawan

A person who loves to write and inspire others

Kenapa Orang Memercayai Agama?

Diperbarui: 16 Maret 2021   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mungkin sering terbayang dalam benak teman-teman ateis maupun teis mengenai pertanyaan di atas. Kenapa sih orang kok mau-maunya memercayai agama? Padahal secara nalar kita bisa tahu bahwa kisah-kisah agama kebanyakan adalah kisah-kisah fiksi dan mitologi yang tidak bisa dibuktikan. Tapi kok bisa ya ada orang yang mau percaya? 

Jawabannya simpel. Mereka mau percaya karena mereka mau. Selesai. 

Lah kalo jawabannya begitu mah semua orang juga bisa dong!

Ya, memang jawabannya bisa dinalar semua orang. Tetapi penjabaran di belakang jawaban itulah yang memerlukan penjabaran secara antropologi dan sejarah. 

Berdasarkan buku Sapiens karya Yuval Noah Harari, Homo sapiens adalah jenis atau spesies manusia yang mengembangkan kemampuan bercerita dan bergosip pada zaman dahulu kala. Akan tetapi, beranjak dari kebiasaan dan kemampuan yang dikembangkan ini, kita bisa menjadi spesies terpintar saat ini. Mengapa demikian? 

Sederhananya, manusia adalah satu-satunya mahluk di zaman dulu yang memiliki kemampuan bercerita paling baik. Sehingga, ilmu-ilmu yang telah dimiliki secara trial and error oleh mbah-mbah kita di masa lalu bisa diturunkan ke zaman sekarang.  Sehingga proses trial and error yang berbahaya itu bisa diturunkan ke generasi selanjutnya lewat cerita yang diberikan. Semua sains, konstruksi sosial, serta sejarah kita saat ini dibangun dari kebiasaan dan kemampuan kita dalam mengembangkan gosip dan cerita. Dengan kata lain, karena manusia jaman dulu mengembangkan cerita dan bahasa, dunia kita bisa dibuat sedemikian rupa.

Kemampuan berbahasa ini sebenarnya hanyalah kemampuan basic. Sama seperti cabang ilmu lain, bahasa pun bisa memiliki turunannya. Salah satu turunan bahasa yang paling kuat adalah Agama. Ya benar, agama. Agama secara sederhana sebenarnya adalah kumpulan tata aturan yang disucikan dan dianggap bersifat transendental. Sehingga agama tidak hanya berjalan secara horizontal (berlaku dalam masyarakat saja), tetapi juga berjalan secara vertikal (mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya atau mahluk yang jauh lebih tinggi seperti Buddha). 

Agama ini pada awalnya adalah cara orang-orang di zaman dahulu menjelaskan alam sekitarnya dengan bumbu-bumbu mitologi dan mistik. Lantas mengapa harus ditambahkan bumbu mitologi dan mistik? Bagi kita yang ada di masa sekarang ini, mungkin akan berpikir aneh (meskipun di antara anda ada yang beragama). 

Tetapi, bagi orang zaman dahulu, keberadaan agama yang dibumbui aroma mistik adalah suatu hal yang sangat berguna. Bumbu-bumbu mistik dalam agama sesungguhnya akan membuat orang-orang yang mendengarnya mengalami ketakutan dan memercayai bahwa hal tersebut memang ada dan bersifat sakral.

Serta, bumbu mistik tersebut adalah suatu jalan keluar di masa lalu untuk para pemimpin-pemimpin masyarakat dalam mengatur masyarakatnya. Dengan adanya sistem reward and punishment yang bersifat mistik maka orang-orang di zaman dulu akan jauh lebih tunduk kepada aturan dibandingkan jikalau dengan penalaran logis. 

Oleh sebab itu, kalau kita mengulik semua hukum-hukum agama yang ada di dunia ini, kemungkinan besar hal yang membawa kita ke neraka akan berkaitan dengan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan hukum modern saat ini. Serta, beberapa hukum yang ada (seperti menggunakan hijab atau berkepala botak bagi Biksu) adalah hal-hal yang berkaitan erat dengan kebudayaan setempat. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, pemimpin-pemimpin masyarakat yang ada, menggunakan penalaran mistika untuk membuat masyarakat di sekitar tersebut tunduk kepada aturan-aturan yang dibuatnya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline