Bagi sebagian besar pasangan suami istri (pasutri), kehamilan merupakan suatu hal bahagia yang sangat dinantikan. Kehadiran buah hati di dalam hidup mereka dianggap sebagai suatu hal yang tidak ternilai dan terbeli.
Namun, di lain sisi, juga terdapat pasutri atau individu yang belum menikah, yang menganggap kehamilan merupakan suatu malapetaka bagi mereka. Hal tersebut bisa terjadi karena alasan-alasan tertentu, seperti melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, belum siap memiliki anak, mengalami “kebobolan”, dan sebagainya.
Oleh karena itu, cukup banyak di antara mereka yang tidak senang dengan kehamilan yang dialami sehingga memutuskan untuk melakukan aborsi terhadap janinnya atau penghilangan nyawa. Namun, terdapat satu pertanyaan terhadap tindakan tersebut, apakah aborsi yang dilakukan legal atau tidak?
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Aborsi terdiri atas dua jenis, ilegal dan legal.
Aborsi legal apabila dilakukan untuk menyelamatkan keselamatan dan kesehatan si ibu karena terindikasi adanya suatu penyakit yang membahayakan ataupun untuk perempuan yang hamil melalui perkosaan. Aborsi tersebut harus dilakukan sesuai dengan instruksi dan tindakan dari dokter yang sesuai dengan kode etik kedokteran.
Sedangkan aborsi ilegal apabila dilakukan dengan tidak ada indikasi atau diagnosis kehamilan yang membahayakan si ibu. Aborsi tersebut dilakukan tidak sesuai dengan instruksi dan tindakan dari dokter yang sesuai dengan kode etik kedokteran atau secara pribadi.
Selain itu, aborsi yang dilakukan tidak di rumah sakit pemerintah dianggap melanggar kode etik dan disiplin yang tidak sesuai dengan sumpah kedokteran. Maka dokter yang bersangkutan harus dikeluarkan dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan Izin prakteknya harus dicabut.
Terdapat beragam jenis aborsi, salah satunya adalah dengan menggunakan Pil KB. Maka dari itu, di dalam artikel ini akan dibahas beberapa isu, yang meliputi apa saja kelebihan dan kekurangan penggunaan alat kontrasepsi berupa pil KB bagi kesehatan dan apakah penggunaan pil tersebut dengan tujuan menggugurkan kehamilan termasuk aborsi ilegal atau legal.
Pelarangan aborsi diatur dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Namun berdasarkan Pasal 75 ayat (2) larangan tersebut terdapat pengecualian, yaitu Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Pasal 76 UU Kesehatan juga menyebut bahwa aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
Selain itu harus dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan dan dengan izin suami (kecuali korban perkosaan) serta oleh penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.