(Daun yang jatuh tak pernah membenci angin)
Di belakang Gereja, malam itu tanpa ada yang menyuruh atau mengajak sebelumnya.
Dia berlari mendekat patung Bunda Maria, dia membuat tanda salib dan berdoa.
Dia, dia, dan dia.
Pemandangan itu menggelitik hatiku, aku datangi dan melihat dia sedang menutup mata dan berdoa.
Setelah dia membuka matanya, aku pegang tangannya dan aku berkata : " kamu kenapa? Apa yang kamu doakan?"
Dia menjawab dengan suara getar dan lirih : "Aku berdoa buat Ibuk, supaya ibuk cepet sembuh."
Aku terdiam sejenak dan menarik nafas dalam-dalam.
Aku pun berkata lagi : "Ibu udah sembuh kok, Ibu bahagia di Surga, Ibu doain kita, Ibu sedang menyiapkan banyak hal disana untuk kita juga, seperti saat Ibu setiap kali menyiapkan sarapan dan pakaian kita di pagi hari-bahkan melebihi itu. Ibu sayang kamu. Ibu pasti seneng punya anak kayak kamu, km pinter, km hebat."
Aku raih tubuh kecilnya, aku gendong , aku peluk erat dan kuciumi dia.
,,
Sepanjang perjalanan pulang dari Gereja, dia berkata lagi dengan rengekan khasnya : "Kangen Ibuk, aku mau jadi dokter kalo udah besar. Biar Ibu ngga sakit-sakit terus dan bisa sembuh. Aku mau di rumah sakit mana ya besok? Aku tak di rumah sakit tempat Ibuk meninggal dulu ya?"