Dalam RPJPN 2025-2045, Indonesia telah bertekad untuk menjadi negara maju pada tahun 2045 dengan menargetkan pendapatan per kapita setara USD 30.300 dan indeks kemiskinan di kisaran 0,5 hingga 0,8%. Selain dua sasaran tersebut masih ada 3 target lainnya yakni meningkatkan pengaruh di dunia internasional, ditunjukkan dengan peringkat Global Power Index di peringkah 15 atas, memiliki indeks modal manusia sebesar 0,73 serta menurunkan intensitas emisi gas rumah kaca sebesar 93,5%.
Untuk mencapai target-target ambisius tersebut, ada 1 prasyarat yang harus dipenuhi yakni sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Namun, untuk mencapai berbagai sasaran tersebut Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Misalnya, Indonesia memiliki tingkat prevalensi nasional yang cukup tinggi.
Prevalensi stunting Indonesia adalah 21,6%. Berdasarkan keterangan WHO, suatu negara dapat dikatakan memiliki masalah gizi yang akut jika terdapat lebih dari 20% prevalensi stunting pada balita, lihat disini https://rised.or.id/stunting-ancaman-bagi-ekonomi-indonesia/#:~:text=Menurut%20standar%20WHO%2C%20suatu%20wilayah%20dikatakan%20mengalami%20masalah,persen%20atau%20balita%20kurus%20di%20atas%205%20persen. Artinya, bangsa Indonesia mengalami masalah besar dalam meningkatkan sumber daya manusianya.
Di sisi lain, Indonesia pun menghadapi tantangan dalam menurunkan kemiskinan. Berdasarkan data yang dirilis BPS, persentase penduduk Indonesia masih berada di angka 9,36% atau setara 25,9 juta jiwa. Meskipun angka kemiskinan sudah berhasil diturunkan menjadi satu digit, namun selisihnya menuju 10% masih tipis. Jika terdapat kesalahan perhitungan, bisa saja jumlah kemiskinan melebihi angka 10% dari total penduduk Indonesia.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, dibutuhkan kebijakan yang tidak biasa dengan implementasi waktu yang tidak sebentar. Mengingat, program-program yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas pun sebenarnya saat ini sudah dilakukan, seperti pemberian obat penambah darah bagi ibu hamil, pemberian program bantuan sosial dan lain sebagaimanya. Namun lagi-lagi, efektivitas program tersebut masih menjadi hambatan,yang ditunjukkan dengan stagnansi pencapaian dalam setiap targetnya.
Di tengah problematika ini, pemenang capres dan cawapres pada pemilu tahun 2024 menawarkan solusi berupa program "Makan Siang Gratis" meskipun pada perjalananya, program ini diberitakan akan berganti nama menjadi "Program Makan Bergizi Gratis".
Terlepas dari perdebatan nama yang nantinya akan berpengaruh terhadap implementasi program, ternyata ada sejumlah negara di dunia yang telah terlebih dahulu menjalankan program tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, praktik ini ternyata mampu memberikan dampak positif bagi pendidikan, kesehatan dan sumber daya manusia. Disamping itu, program pemberian makan gratis juga dianggap memiliki dampak investasi multi sektor, yakni perlindungan sosial, pertanian dan kesetaraan gender. Baca disini https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140673623015167?via%3Dihub=.
Sebagaimana diuraikan di atas, program yang dilakukan untuk membentuk manusia unggul membutuhkan. waktu yang tidak sebentar. Oleh karenanya, program tersebut harus perlu dilihat sebagai sebuah investasi jangka panjang, dan setelah dipraktikkan di sejumlah negara seperti Perancis, Brazil, Skotlandia, Finlandia, Sri Lanka, Ethiopia dan India, program tersebut dapat memberikan kontribusi prositif pada sejumlah hal.