Lihat ke Halaman Asli

Sengkarut Etika di Pengadilan, Bagaimana Respon Lembaga Kehakiman?

Diperbarui: 13 Oktober 2021   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maraknya bentuk perbuatan melawan atau merendahkan kehormatan hakim yang masih berkembang di indonesia menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan hukum terbilang kurang. Padahal secara expressive verbis dalam konstitusi menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum maka menjadi suatu konsekuensi logis seluruh kegiatan masyarakat dalam penyelenggaraan suatu negara harus berdasarkan atas hukum.

Menilik salah satu  fenomena kasus Perbuatan merendahkan Kehormatan Hakim ( PMKH)   berdasarkan data yang telah kami himpun dari laman  resmi MA yakni pada tanggal  29 Januari 2013 di ruang sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru, RamlanZas, eks Bupati Rokan Hulu, Riau, memberikan ancaman untuk membunuh jaksa dan hakim karena tidak puas dengan putusan hakim yang telah memvonis empat tahun penjara atas dakwaan korupsi dana APBD, kemudian kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu perbuatan pelemparan sepatu oleh seorang terdakwa wanita kepada hakim karena tidak puas terhadap putusannya. 

Hal tersebut menunjukkan betapa mirisnya etika atau perilaku dalam pengadilan., yang mana hingga kini kasus tersebut  masih sering ditemui disekitar kita. Ini  artinya perlunya sosialisasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya beretika dalam persidangan sehingga mampu meminimalisir  perbuatan yang justru mencemarkan, atau merendahkan kehormatan hakim.

Berbicara mengenai apa itu Perbuatan  Merendahkan Kehormatan Hakim atau disingkat PMKH, menurut Black’s Law Dictionary perbuatan melawan kehormarmatan hakim atau dalam kata lain Contempt of Court dalam hal ini PMKH ialah setiap perbuatan yang dapat dianggap menganggu atau merintangi, merongrong tugas peradilan dari badan- badan pengadilan ataupun segala tindakan mengikis kewibawaannya atau martabatnya.

Perbedaan mendasar antara  contempt of court dengan PMKH disini terletak pada penamaannya saja, apabila melihat dari definisi keduanya maka tidak jauh berbeda dengan apa itu PMKH, dan apa itu Contempt Of Court  karena memiliki persamaan yakni untuk mencegah perbuatan merendahkan kehormatan hakim, hal inilah yang harus kita garis bawahi.

Adanya pengaturan PMKH dimaksudkan untuk melindungi dan menjamin proses peradilan berjalan tanpa hambatan atau rongrongan dari berbagai pihak, antara lain pihak yang terlibat dalam proses peradilan, media massa,  maupun pejabat pengadilan itu sendiri. Pengaturan PMKH  merupakan suatu upaya hukum untuk membela kepentingaan umum dan supremasi hukum agar proses peradilan dapat dilaksanakan dengan sewajarnya dan adil tanpa diganggu, dipengaruhi, dirongrong oleh pihak-pihak lain, baik selama proses peradilan berlangsung di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Lembaga kekuasaan kehakiman dalam hal Komisi Yudisial Republik Indonesia selalu berupaya agar kualitas hakim sebagai aparat penegak hukum di  indonesia untuk selalu berbuat adil tanpa melanggar koridor hukum yang berlaku. Salah satu kewenangan Komisi Yudisial (KY), yakni melindungi dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta tingkah laku atau perilaku hakim sebgaimana yang termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945 dalam Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 13 UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Kewenangan yang dimiliki oleh KY tak terbatas hanya sebagai pengawas hakim yang dapat memberikan rekomendasi penjatuhaan sanksi bagi hakim yang melanggar Kode Etik. Melainkan Komisi Yudisial mempunyai tugas untuk melaksanakan advokasi hakim.

Advokasi hakim ini sejatinya telah dipraktikkan oleh KY sejak dikeluarnya Peraturaan Komisi Yudisial No. 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. Maka dari itu, di dalam momentum kontestasi politik pesta demokrasi Pemilihan Umum Tahun 2019 lalu, KY tidak hanya melakukan pengawasan terhadap hakim yang menangani sengketa pemilu di pengadilan, melainkan juga melakukan advokasi terhadap hakim. Artinya, memberikan perlindungan terhadap hakim dari tekanan pihak luar pengadilan maupun tekanan pihak yang ada di dalam pengadilan.

Mengutip pendapat Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Reset dan Pengembangan KY, Sumartoyo mengatakan bahwa,  advokasi hakim ialah bertujuan untuk melindungi hakim yang merasa terganggu dan terancam ketika sedang menjalankan tugas. Artinya, hal ini dilakukan terhadap perbuatan yang mengikis,  menghina, kehormatan dan martabat hakim.

Advokasi hakim dilakukan dengan mengedepankan lima prinsip yakni :  prinsip imparsial (merata), profesional( menurut keahlian tertentu), partisipatif( melibatkan sekelompok orang), transparan ( terbuka untuk umum ) dan akutanbel ( dapat dipertanggungjawabkan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline