Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Agama Islam Melarang Riba dalam Suatu Transaksi?

Diperbarui: 7 Maret 2019   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebelum membahas tentang mengapa agama Islam melarang riba dalam bertransaksi, marilah kita ketahui dulu apa itu riba. Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba.

Menurut bahasa riba yaitu ziyadah yang artinya tambahan. Tambahan yang dimaksud di sini adalah dalam suatu transaksi hutang piutang, orang yang berhutang harus membayar lebih dari yang seharusnya dibayarkan. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama" (HR Abu Daud).

Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba. Jika saksi-saksinya saja dilaknat, apalagi pemakan riba?tentu juga sama. Mengapa pemberi, juru tulis, dan saksi-saksi riba dilaknat?sebab mereka sama saja dengan membantu si pemakan riba dalam melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya tersebut. Mereka sama saja dengan membantu dan mendukung si pemakan riba untuk berbuat riba.

Diharamkannya riba bukan tanpa sebab, jika pembahasan di awal sudah disebutkan salah satu sebabnya maka di sini akan disebutkan sebab-sebab lainnya. Menurut Hendi Suhendi (2016: 58) sebab-sebab riba ada banyak. Berikut sebab-sebanya.
1.Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya. Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 275, yang artinya "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan dengan tidak ada imbangannya, seperti menukar uang kertas yang awalnya Rp10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp9.950,00, maka uang senilai Rp50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp50,00 tersebut adalah haram.

3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. Karena bagi mereka riba lebih menguntungkan karena mendapat uang yang lebih bayak dan tidak perlu bersusah payah.

4.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.


Macam-Macam Riba:

Riba terbagi menjadi empat bagian, yaitu riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, riba yad. Berikut ini penjelasannya.

1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. Contohnya si A meminjam uang kepada si B sebesar 50.000, si B menyetujui dengan syarat si A harus mengembalikan sebesar 55.000 kepada si B. Maka 5000-nya adalah riba.

2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan. Contohnya, si A memberi pinjaman kepada si B sebesar 100.000 dengan tempo satu bulan. Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. Kelebihan senilai 10.000 tersebut di sebut riba.

3.Riba Fadhl, yaitu menukar barang yang yang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Contohnya si A menukarkan 2 kilogram kurma kepada si B dengan 3 kilogram kurma. Hal inilah yang dimaksud riba sebab jenisnya sama namun dengan jumlah yang tidak sama.

4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad. Contohnya si A membeli sepeda dari si B, namun mereka sudah berpisah sebelum adanya serah terima.

Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual  benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;
*Sama nilainya,
*Sama ukurannya menurut syara',
* Sama-sama tunai di majelis akad.

Agama Islam melarang riba adalah untuk kesejahteraan manusia. Jika riba tidak di haramkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan orang lain, padahal manusia hidup selalu membutuhkan orang lain tapi mereka akan menjadi seolah tidak butuh lagi bantuan orang lain sebab mereka telah dibutakan dengan uang. Mereka akan menjadi manusia yang serakah.

Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. Transaksi seperti itu bisa disebut pemerasan.

Meskipun sekarang si piutang terlihat beruntung, namun Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 276 bahwa Allah menghapuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqah. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah". Karena riba dapat menimbulkan kerusakan masyarakat dan menyebabkan kemelaratan, maka Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, sampai-sampai Allah berfirman bahwa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Selain berdampak pada kerusakan masyarakat, riba juga berdampak pada ekonomi. Pertama yaitu siklus-siklus ekonomi yang berulang kali terjadi atau disebut juga krisis ekonomi, menurut pendapat para ahli ekonomi penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjam modal atau disebut juga riba. Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.


Daftar Pustaka
Rasjid,Sulaiman. 2006. Fiqh Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.
Suhendi,Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suma,Amin. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline