[caption caption="Rangkaian acara seminar Kompasiana bersama BKKBN di Hotel Paragon, Kamis (20/8) lalu"][/caption]
SOLO - Membentuk sebuah keluarga. Siapa yang tidak bahagia, ketika hidup bersama seorang terkasih, rumah yang indah, dan dikaruniai anak yang cerdas dan lucu? Semua orang pasti ingin memiliki sebuah keluarga yang sejahtera. Tetapi impian itu tidak semudah apa yang kita impikan. Membentuk keluarga adalah sebuah komitmen. Komitmen yang berorientasi panjang. Tidak hanya seumur kita hidup, tetapi juga generasi-generasi berikutnya. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah mengapa keluarga itu ada? Kenapa pula keluarga itu harus ada? Bagaimana kontribusi keluarga membangun generasi yang unggul, bahkan membentuk bangsa yang berkarakter?
Kompasiana bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengadakan acara Kompasiana #Nangkring #BKKBN2AnakCukup dengan tema “Menanamkan Revolusi Mental Melalui 8 Fungsi Keluarga” di Hotel Paragon, Solo, hari Kamis (20/8) lalu.
Ada yang menarik dari ruang meeting Red Sapphire. Kompasianers berdiskusi dengan tokoh-tokoh seperti Arswendo Atmowiloto (Penulis dan Wartawan Senior), Surya Chandra Surapaty (Kepala BKKBN), Soleh Amini Yahman (Pemuka agama dan psikolog). Hadir juga pejabat perwakilan dari walikota Solo, Basuki Anggoro Hexa; dan pejabat BKKBN lainnya, Abidinsyah Siregar (Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi) dan Sudibyo Alimoeso (Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga).
Berkarakter
Revolusi mental juga menjadi agenda dari BKKN dalam mengimplementasikan Nawacita, salah satunya adalah menggerakkan rakyat dan pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Negara adalah bagian terbesar yang terdiri dari berbagai keluarga. Oleh karena itu, keluarga juga harus berkarakter. “Bung Karno pernah berpesan pentingnya membangun bangsa yang berkarakter, atau kita menjadi bangsa kuli, hanya bisa melihat kebesaran bangsa lain dan tidak punya semangat untuk maju”, papar Surya. “Hal ini juga didukung oleh Presiden Joko Widodo yang mengharapkan bangsa ini santun, berbudi pekerti, ramah, dan gotong royong”, tambahnya.
Keluarga bukanlah sebuah kelompok kecil yang hanya bersama dan meneruskan hidup. Ayah, ibu, dan putra-putrinya adalah anggota dalam keluarga yang mampu menjadi wahana penanaman nilai-nilai mental. Kehidupan berkeluarga juga harus harmonis dengan Tuhan, lingkungan, bahkan diri sendiri.
Penting bagi orang tua untuk berkomitmen menjadi teladan. Ada delapan fungsi keluarga yang harus menjadi perhatian, khususnya bagi keluarga muda. Kedelapan fungsi itu adalah agama, sosial budaya, cinta kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosial pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.
Lalu, dimana revolusi mentalnya? Membentuk sebuah keluarga adalah wujud dari semangat orang beriman. Berkeluarga bukanlah pilihan menghalalkan berhubungan seksual semata. Tetapi menciptakan keutuhan keluarga yang memiliki visi dan misi ke depan. Delapan fungsi keluarga itu adalah rangkuman yang cukup mendeskripsikan keluarga dan harus dijaga. Keluarga adalah tempat berlindung dimana kita merasa aman, nyaman, dan tentram. Soleh Amini Yahman menambahkan, terdapat fungsi perawatan juga dalam keluarga; yaitu perawatan kesehatan, tubuh, kejiwaan, dan religius. Semua itu selayaknya ada pada setiap keluarga sejahtera. Hal ini benar adanya, karena keluarga bersama dengan setiap anggotanya adalah akses terdekat untuk mendapatkan fungsi itu. Sehingga, menjadi penting bagi setiap anggota keluarga untuk saling memahami. Ada banyak kesempatan sebetulnya bagi setiap anggota keluarga untuk menjalin komunikasi yang baik. Ketika makan bersama atau liburan bisa jadi pilihan karena situasi yang rileks dan tidak dalam tekanan.
Konsumsi gadget yang adiktif, pergaulan yang mulai bebas, dan bayang-bayang bahaya narkoba adalah masalah yang menghantui orang tua dan dihadapi remaja. Sejak awal, orang tua harus punya komitmen. Keadaan saat ini lebih kompleks, jangan sampai perencanaan keluarga jadi lentur karenanya. Soleh memaparkan 4T, yaitu Teges (memahami jati diri), Tuladha (menjadi contoh), Tememen (sungguh-sungguh), Tegel (tega tegas). Putra-putri kita adalah penerus "dinasti". Sehingga, memang penting untuk mengawasi dan mengawal perkembangannya.
Berhubungan dengan realisasi merevolusi mental, ada banyak nilai-nilai di masyarakat dewasa ini. Bagaimana menghadapi benturan dengan tata nilai? Karena kita juga tidak lepas dari kehidupan sosial dengan orang lain. “Luting Jaman Lakoni”, ujar Arswendo. Dia mengajak Kompasianers yang hadir untuk sensitif dan bijaksana mengikuti tantangan-tantangan jaman. Mengikuti jamannya. Maksudnya, bukan kita lalu ikut arus jaman. Tetapi, setiap jaman memiliki tantangan yang berbeda, dan kita harus siap dengan itu. Arswendo juga menambahkan perlunya kita untuk kreatif, profesional, dan berdiskusi. Kompasianers digiring olehnya untuk menciptakan pesan-pesan yang dapat menjadi panutan dan kiblat dari solusi masalah ini dengan pendekatan blogging dan sosial media. “Persatuan Wartawan Indonesia berawal dari Solo, bahkan kehadirannya mampu mempersatukan kedua keraton di dalamnya. Pekan Olahraga Nasional juga dimulai di Solo. Kalian juga harus bisa membuat gebrakan, sehingga blogger-blogger di tempat-tempat lain mengikutimu.”, ujarnya.