Lihat ke Halaman Asli

Batu Akik: Manusia Kembali ke Jaman Batu?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belum lama ini manusia telah kembali ke jaman batu. Manusia mulai lagi memujanya. Tapi mereka sudah bertuhan. Mungkin hanya itu perbedaan jaman batu dulu dan kini. Mereka menempatkan batu-batunya di tempat terbaik dari sudut rumahnya. Membawa batunya kemana-mana. Menjadikannya pusat perhatian.

Itulah yang kita rasakan ketika demam batu akik. Sebuah unsur bumi yang tertanam dalam menjadi tinggi harganya. Batu menjadi tamu baru kita di rumah, sebuah topik pembicaraan yang hangat dalam keseharian generasi penerus nenek moyang.

Penanda Peradaban

Di sisi lain, batu adalah sebuah penanda peradaban. Setelah manusia mulai mengukir tulisan kuno pada permukaan batu, masyarakat di sekitarnya menjadikannya sebagai dasar dari keseharian adat. Seperti pada jaman Hamurabi di sekitar Mesopotamia. Tulisan itu ada pada batu balok hitam sebagai sebuah dasar hukum di sana. Batu ini kemudian ditemukan di Susa pada tahun 1901. Atau, pada tataran yang lebih tinggi lagi, yaitu ketika Nabi Musa mengukir sepuluh perintah Tuhan pada sebuah batu. Nabi Musa dikenal sebagai pemimpin yang pemberani dengan segala keputusannya yang di luar pikiran manusia biasa. "Pemimpin yang hebat lama-lama akan redup oleh waktu. Tetapi bukti yang kau tulis di atas batu akan selalu diingat dan ada sepanjang waktu" (dikutip dari film Exodus: Kings and Gods).

Ini adalah bagaimana bahasa telah melebihi fungsi dasarnya sebagai medium komunikasi interpersonal. Bahasa yang diukir pada unsur alam menjadi bukti semiotis yang menciptakan perubahan besar pada manusia. Hasil makna yang diberikan telah berkembang dari waktu ke waktu. Sejak pengukiran di batu itu di mulai, ditampilkan, ditinggalkan, hingga ditemukan kembali. Sampai menjadi pajangan di museum pun, proses pemberian informasi masih berjalan terus , bahkan kita pun bisa terpengaruh olehnya untuk melakukan sesuatu. Sepertinya, unsur bahasa yang dilekatkan bersama alam secara otomatis menjadi bagian bersamanya.

Prasasti

Di tanah Nusantara, kita mengenal batu-batu itu sebagai prasasti. Prasasti-prasasti itu menjadi saksi besarnya kerajaan Nusantara. Dari Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, sampai banyak kerajaan berikutnya. Prasasti-prasasti itu menambah pengetahuan kita akan kayanya nusantara, karena keberadaannya yang ditemukan lintas pulau. Menambah kecintaan dan kebanggaan menjadi bagian dari bangsa yang besar.

Batu memiliki banyak manfaat. Unsur alam ini sebagai penopang berbagai dinamika permukaan bumi. Jangan lagi batu untuk melukai orang-orang yang tidak bersalah. Kalau pun akhir nya harus jadi senjata, bersatulah kita menciptakan damai di antara manusia. Melempar jumrah pada musim haji adalah bukti dimana manusia semua bersatu melawan iblis dan setan yang membuat manusia sesat, kehilangan arah bahkan Tuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline