LELAKI DI SEPERTIGA MALAM
(Viktorinus Sir Edwin Gatas)
“Dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, amin. Semoga malam ini menjadi malam yang baik. Bantu aku ya Tuhan”. Demikian kalimat kecil yang sering kuucapkan untuk sekian kalinya. Aku menggemakannya dalam hati setiap diujung senja yang sebentar lagi akan dilahap malam. Malam yang menjadisahabatku, duniaku. Aku menggemakan kalimat ini dengan begitu saja untuk sekian kalinya.Sudahterlalusering.Pernah aku berpikir bahwa aku tidak pantas menyebutnya lagi, aku malu. Tetapi aku tidak bisa. Entahlah, aku hanyayakin ada kekuatan dibalik kalimat ini. Biarkan saja aku menyebutnya. Tuhan?Akutakpantasmenyebutnya. Aku malu. Sudahlah jangan berbicara tentang Dia lagi. Diaterlalusuciuntukakubicarakan. Aku tidakpantas. Akukotordantidaklayakdihadapannya. Tapi kadang aku bertanya tentang Dia.Dia yang kupercayadaridulu, yang diwariskan oleh nenekmoyangku, orang tuaku. Statuskkusekarang yang membuatakusemakinjauhdarinya. Akuhanyamerasatidaklayak. Banyak tanyatentang dia. Apakah Dia hanya berpihak dan senang dengan orang baik saja, orang yang bermoral baik? Bagaimana dengan aku, seorang pelacur hina ini? Ah, mana mungkin? Tidak. Dia tidak mungkin ada dalam pekerjaanku. Tidak sama sekali. Tapi bagaimana dengan kalimat yang selalu kuucapkan diujung senja itu. Biarkan saja. Aku akan tetap mengucapkannya. Aku tidak berharap supaya Tuhan terlibat, dan malam ini aku harus bekerja lagi.
Aku membuka HP-ku, ada beberapa pesan masuk, satu diantaranya dari teman malamku “ayo berangkat.”
“Otw” balasku singkat. Padahal aku baru saja merapikan barang-barangku.
Setelah merapikan barang-barangku, aku mengambil motorku yang berada di parkiran dan aku meluncur diselah ramainya kota ini. “Malam oh malam engkau selalu menyajikan rasa dan asa yang pas bagisetiappetarungnya. Suatu saat akan aku kisahkan. Entah kapan dan kepada siapa.” Celahku dalam kalbu
Aku memarkirkan kendaraanku dan tersenyum ramah kepada tukang parkir.
“Malam Mbak Trini, ah, malam ini cantik sekali, udah parkir saja motornya disitu mbak, stirnya jangan dikunci ya Mbak Cantik.” Celotehnya dengan sedikit ramuan gombal.
“Okay Pak Darto” balasku singkat sambil tersenyum lebar, Aku sudah sering mendengar celoteh gombalnya.
Di gerbang masuk aku bertemu dengan seorang teman baikku.
“kamu cantik sekali malam ini Tri,” rayunya