Betapa uniknya hidup, terkadang kita dituntut untuk berlelah tapi juga dipaksa untuk mengalah. Semua itu tanda bahwa memang manusia adalah makhluk lemah.
Kita lemah tetapi kuat.
Kita sangat lemah dalam hal yang di luar kendali kita, bahkan kita tidak punya kuasa apa-apa terhadapnya. Namun, kita bisa menjadi kuat dengan hal yang dalam kendali kita.
Inilah yang disebut dalam buku filosofi teras dengan "Dikotomi Kendali", yang sederhananya adalah pemisahan kendali atas diri kita. Bingung? Mari menyelam pelan pelan.
Beberapa tahun belakang, isu kesehatan mental sangat sering dibahas di sosial media, ditambah dengan kondisi pandemi yang mengharuskan semua orang mengurung diri di rumah, menjadikan isu ini sangat asik untuk dibahas. Tapi gilanya, semakin orang-orang membahas isu ini, juga semakin meningkat orang yang terkena gejala kesehatan mental. Orang-orang mulai mengenal istilah insecure, anxiety, depresi, bla bla bla, hingga gejala tersebut dijadikan 'keren kerenan' untuk yang merasa mempunyai gejala tersebut. What?!! Lo merasa keren dengan gejala kesehatan mental?
Tingkat kekhawatiran manusia di dunia dalam menjalani hidup terus meningkat. Pada halaman awal buku yang ditulis oleh Henry Manampiring ini mencantumkan beberapa data tentang seberapa banyak manusia di dunia yang mengalami kekhwatiran menjalani hidup, hingga yang berujung depresi lalu bunuh diri. Dalam ilmu psikologi, rasa khawatir akan hidup adalah hal yang wajar, terutama bagi orang yang telah memasuki masa dewasa. Namun kewajaran ini bisa berdampak buruk jika 'diromantisasikan'.
Solusi yang menarik dalam menghadapi kekhawatiran di buku ini adalah teori dikotomi kendali.
"Some things are up to us, some things are not up to us"
- Epictetus (Enchiridion)
Ya. Ada beberapa hal yang dapat kita kendalikan dan itu dibawah kendali kita, dan ada beberapa hal yang tidak dapat kita kendalikan dan itu tidak di bawah kendali kita. Begitulah kalimat sederhana Epictetus yang bisa dengan mudah kita pahami, dan mungkin saat membaca ini kita berkata "ya iyalah, masa ya iyadong, durian aja dibelah masak dibedong" (Xixixi ; bengek bapack bapack)
Terkadang beberapa kalimat sederhana yang pernah kita baca atau dengar hanya sekedar pernah terbaca atau terdengar, namun tidak benar-benar meresapi, mendalami, dan menerapkannya. Itu persis seperti kaum bani israil yang ketika diberikan kalimat kalimat sederhana yang baik, ia malah menjawab "sami'na wa 'ashoina, kami dengar dan kami berpaling"