Lihat ke Halaman Asli

Antara Mereka dan Kita

Diperbarui: 2 Juni 2020   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Akhir-akhir ini, saya cukup membathin melihat pesona huru hara pemuda zaman kini. Oh, ternyata dari sekian banyak huru hara pemuda itu, saya termasuk salah satunya. Aah, semakin membathinlah saya.

Coba pertajam kembali mata dan hati kita untuk melihat keadaan pemuda sekarang. Bagaimana kawan? Apakah kita punya perasaan yang sama? Aduhai, jangan-jangan kita, jooo...

mblo

Pemuda pemudi zaman ini. Tendensi hidup mereka sudah lari entah ke mana. Kesempatan emas yang harusnya milik pemuda saat ini, malah tertimbun bercambur tanah lumpur. Hilang tak terlihat. Mereka banyak menghabiskan waktu dengan hal-hal yang bersifat  semu. Katanya, inilah kebahagiaan rapi menyengsarakan. Lihat. Mereka uring-uringan agar terlihat tampil modis dan belenggok bak pangeran tanpa tahta. Tapi ketika semua itu hilang dari mereka, lalu gagal dan jatuh, mereka pun galau bukan main. Mereka depresi hingga ada yang bunuh diri. Tampaknya standar kebahagiaan mereka terlalu remeh jika dibandingkan pemuda-pemudi terdahulu. Aduhai, menangis sudah jika pemuda masa lampau melihat junior-juniornya bertingkah seperti ini.

Kita justru jauh tertinggal oleh seorang pemuda yang ketika di usianya 17 tahun telah menguasai 7 bahasa dan menjadi wali kota di Kota Besar Edirne. Lalu beranjak di usia 21 tahun, beliau menjadi pemimpin pasukan dan berhasil menaklukan kota Konstantinopel. Beliau, Sultan Muhammad Al Fatih.

Bayangkan prestasi beliau di usia yang masih muda itu. Lalu bandingkan dengan diri kita yang hari ini masih sibuk dengan hal yang tak perlu. Jauh sekali perbandingannya bukan ?

Ada lagi seorang pemuda yang di usia yang masih 15 tahun, telah ditunjuk dan dipercaya untuk memberikan keputusan-keputusan hukum agama di Mekkah serta menjadi acuan orang-orang bertanya akan ilmu. Saking produktifnya beliau dalam berkarya, dalam semalam beliau bisa memecahkan 70 masalah fikih. Hingga dewasa beliau pun menjadi Imam Madzhab yang terkenal. Beliau adalah Muhammad bin Idris atau yang kita kenal Imam As Syafii yang mencetuskan madzhab Syafi'i.

Bayangkan pencapaian beliau di saat usia mudanya. Lalu bandingkan dengan kita yang hanya sering rebahan tak karuan. Jauh sekali diri kita ini, bukan ?

Pemuda yang lain. Pada usia 13 tahun, Zaid bin Tsabit telah menjadi sekretaris terbaik dari total 65 sekretaris Rasulullah. Kemudian dengan hanya dalam waktu 17 malam, beliau sudah mampu menguasai bahasa Suryani dan dalam waktu 15 malam menguasai bahasa Ibrani.  Di usianya yang baru 18 tahun, Usamah bin Zaid telah mendapatkan mandat penting dari Rasulullah Saw, yaitu menjadi panglima perang. Di usia yang sama, Imam Bukhari sudah mulai membuat buku besar (Tarikhul Kabir) yang berfungsi mencari tahun. Fantastis bukan main. Masih banyak lagi pemuda-pemuda Islam yang bergelimang prestasi lainnya. Akan bertebal-tebal buku jikalau kita bahas tentang mereka.

Kawan. Berapa usia kita hari ini? Sudah sejauh mana kita menjadi Pemuda yang sebenarnya ?

Sudah. Cukup. Ini bukan saatnya untuk mengeluhkan keadaan. Mereka yang kita ceritakan tadi, dahulunya lebih memprihatinkan keadannya daripada kita, namun mereka tetap bisa menggoreskan tinta emas dalam lembaran sejarah. Mereka tak banyak mengeluh kepada makhluk, mereka hanya mengeluhkan masalahnya kepada Allah, Sang Pemilik Segalanya. Ya, kekuatan mereka tak datang karena dari diri mereka sendiri, tapi kekuatan berasal dari langit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline