Akhir-akhir terasa begitu menarik hati.
Setiap waktu berlalu, setiap itu juga ada celah yang diisi oleh kisah-kisah yang masih belum jelas kemana pengakhirannya.
Pada setiap kisah yang berjalan, tentunya ada kandungan hikmah yang hanya bisa dipetik oleh orang-orang pilihan. Itu bukan kata saya, itu FirmanNya yang menjelaskan.
(Al Baqarah : 269)
Di sini. Melalui tulisan, izinkan saya menyampaikan tentang hari-hari yang telah berlalu dengan pelajaran yang masih terpaku.
Ah, terasa berlebihan sekali kalimat-kalimat dalam tulisan ini. Tapi biarkanlah. Sebab, di dunia yang lucu ini, tidak semua orang tertawa dengannya. Bahkan tidak semua orang yang peduli.
Setiap diri punya cerita. Setiap cerita punya masalah. Maka silogisme dari kedua premis ini : setiap diri punya masalah.
Hari itu adalah hari dimana rasanya dunia mulai terasa sesak dengan semua huru hara masalah yang menghimpit pundak. Hari itu seperti semua masalah mulai tertumpuk secara berjamaah. Sebagian orang akan mengira ini terlalu berlebihan, namun bagi sebagian yang lain mungkin juga pernah merasakan. Hal yang wajar, respon kelemahan ini terlontar. Bahkan sekelas Rasulullah pernah merasa lemah dengan masalah yang terus beliau hadapi. Namun, mengadu kepada Sang Pemilik Kebahagian adalah manuver paling ampuh ketika beliau di posisi seperti ini. Maka tak ubahnya dengan manusia seperti kita, yang tentu lebih rentan digoyang badai masalah dan ombak kesedihan. Bedanya, mungkin kita sering lupa untuk mengeluh kepadaNya, malah kita lebih tidak malu untuk mengeluh di sosial media.
Suatu ketika pada saat masalah mulai tertumpuk, seorang kawan berkunjung ke rumah. Jika anda adalah seseorang yang suka menilai perasaan dari ekpresi, maka tidak akan anda dapati perasaan duka jika melihat wajahnya. Benar saja, rahangnya tetap tegas dengan mata yang bulat bersih dari air mata. Tidak sedikitpun saya kenali tanda-tanda masalah di hidupnya kalau sekedar melihat ekpresinya. Namanya Surya (tentu saja ini nama samaran).
Kami mulai bercerita apa saja ditemani sebungkus gorengan plus minuman dingin malam itu, mulai membahas hal-hal masa lalu ketika menjadi terbelakang sewaktu putih abu-abu hingga masalah konspirasi elite politik.
Lampu jalanan menyentuh aspal yang basah setelah hujan seharian berjatuhan. Pembicaraan sempat lengang beberapa detik, hanya terdengar hembusan nafas berat antara kami berdua. Disini, suasana mulai tampak berat, mulai terlihat bahwa kami berdua sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Setiap diri punya cerita dan setiap cerita punya masalah" seorang kawan memulai percakapan yang sempat jeda.
"Iyap?" aku menjawab naif.
"Kau tahu apa silogisme dari kedua premis itu ? Silogismenya adalah setiap diri punya masalah. Ah, itu pelajaran dasar filsafat bukan ? Tidak mungkin seorang seperti kau tidak tahu itu"