Lihat ke Halaman Asli

GRE atau GMAT atau...

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada akhir tahun 2009, dua buku saya terima dari seorang teman yang baru pulang dari amerika. Dia sendiri juga membeli dua buku dari penerbit yang berbeda tetapi tentang topik yang sama, GRE.

Ya kami berniat mengambil Graduate Record Examination karena bercita-cita melanjutkan studi ke universitas di Amerika, sukur-sukur yang ternama.

Sebulan kemudian, saya mengikuti tes tersebut dengan niat untuk try-out. Sebenarnya ada online try-out gratis tanpa harus mengikuti tes aslinya seharga $250, tapi entah mengapa saya memilih membayar, selain mahal, hasil tes (yang pas-pasan karena kurang persiapan) itu akan muncul di score sheet saya seumur hidup. Maklum namanya juga anak muda, masih ababil kalau kata anak jaman sekarang. Si teman saya juga akhirnya memberikan 2 bukunya karena memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah.

Untuk yang tidak familiar dengan GRE, itu adalah tes standar yang dirancang oleh ETS, sebuah organisasi penyedia tes sebagai alat untuk menyaring aplikan di universitas-universitas di Amerika. Subjek yang dites adalah, kuantitatif, semacam matematika dasar; kemampuan analisis verbal; dan menulis. Selain GRE juga ada GMAT, tes serupa yang disediakan oleh GMAC dan ditujukan terutama untuk aplikan di sekolah-sekolah bisnis.

Setelah hasil tes keluar (dengan nilai yang pas-pasan itu) kemudian saya pikir kalau GRE tidak dapat dikejar dalam waktu singkat, sebaiknya saya ambil GMAT saja, karena dari segi verbal lebih mudah. Kalau tes kualitatifnya sih kurang lebih mirip. Lagipula pada saat itu saya belum menentukan jalan hidup yang saya ingin tempuh. Pilihannya, GRE kemudian dilanjutkan MSc dan Phd dan bekerja sebagai researcher, atau GMAT dilanjut MBA kemudian bekerja di dunia bisnis.

Belum sempat saya menentukan kemudian ada tawaran untuk internship di IUFRO yang kemudian saya ambil.

Kalau kita sering bergaul dengan tukang parfum maka akan ikut menjadi wangi dan kalau sering nongkrong di pasar ikan nanti jadi bau amis. Itulah yang terjadi pada saat saya internship, bukan maksud saya IUFRO itu bau amis atau wangi tetapi, disitu saya banyak bergaul dengan para scientist, ya scientist, bukan business executives. Karena itu juga saya jadi bimbang antara bisnis dan research, antara belajar GMAT atau GRE sampai akhirnya 6 bulan berlalu dan (sayangnya) saya belum mulai belajar sama sekali tentang keduanya.

Bis

Suatu malam, karena sudah sangat lelah, saya ingin mendapatkan tempat duduk selama perjalanan pulang di bis. Bis demi bis datang tapi tidak ada yang saya naiki karena masih penuh. Sampai akhirnya sudah terlalu larut dan saya naik bis apapun yang lewat, yang sepertinya bis terakhir. Jika tidak saya harus membayar taksi dengan ongkos sepuluh kali lipat. Ujung-ujungnya saya tiba di rumah sudah sangat larut dan tentunya sangat lelah.

Jodoh

Kata “the panas dalam”, di dunia ada tiga milyar dua puluh satu wanita. Memilih satu dari sekian banyak tentu merupakan perkerjaan menantang, terutama karena yang dipilih belum tentu mau. Dan seperti memilih bis, walaupun tidak ada kloter terakhir tetapi waktu semakin larut dan usia semakin senja, tanpa kompromi, tanpa basa-basi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline