Akhir-akhir ini di Indonesia berbagai kasus mengenai perundungan (bullying) tak henti-hentinya diberitakan di televisi dan radio, bahkan menjadi topik utama di beranda media sosial. Perundungan bisa terjadi di mana saja, baik itu lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarga.
Kasus perundungan yang santer diberitakan hari-hari ini umumnya terjadi dalam lingkungan sekolah. Kita tentu merasa simpati terhadap korban perundungan setelah membaca atau menonton kasus terkait perundungan, baik melalui layar televisi ataupun melalui beranda media sosial, dan mengecam dengan keras pelaku perundungan. Bahkan terkadang kita bertanya-tanya, apakah pelaku perundungan tidak merasa bersalah setelah melakukan tindakannya?
Pernahkah terfikir dalam benak kita, bagaimana jika pelaku perundungan tersebut tidak menyadari bahwa dia telah menjadi pelaku dan melakukan tindak perundungan? Hal ini juga tentunya perlu kita tanyakan kepada diri kita masing- masing, pernahkah kita tanpa sadar melakukan tindak perundungan kepada orang lain?
Maka dari itu, perlu adanya literasi mengenai apa saja yang termasuk tindak perundungan serta cara seseorang dapat terlibat perundungan. Melalui tulisan ini, penulis pembaca untuk merefleksi diri bahwa siapa saja bisa menjadi perundung tanpa disadari.
Aliffia & Suhadianto (2021) memaparkan, perundungan (bullying) adalah bentuk penindasan / kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih kuat kepada orang lain.
Bullying bertujuan untuk menyakiti, dan dilakukan secara terus-menerus. Hal ini termasuk didalamnya adalah menghina, memanggil dengan sebutan tertentu, memukul / bersikap kasar, mencuri, pengancaman, atau mengucilkan orang. Lebih rinci, Tim Sudah Dong (2022) menjelaskan bentuk-bentuk bullying adalah :
- Bullying Fisik, berupa pukulan, tendangan, tamparan, meludahi, atau segala bentuk kekerasan yang dapat melukai fisik secara langsung.
- Bullying Verbal, berupa celaan, fitnah, atau penggunaan kata-kata yang tidak baik dan menyakiti perasaan orang lain.
- Bullying Relasional, berupa pengabaian, pengucilan, cibiran, dan segala bentuk tindakan untuk mengasingkan seseorang dari komunitasnya.
- Cyber Bullying, segala bentuk tindakan yang dapat meyakiti orang lain dengan sarana media elektronik, baik berupa komentar buruk, intimidasi, pesan ancaman, atau pencemaran nama baik.
Pihak-pihak yang beresiko/rentan menerima perlakuan bully diantaranya adalah seseorang yang sukses /pintar, seseorang yang tubuhnya lemah, seseorang yang tidak memiliki banyak kesempatan, seseorang yang terkenal, seseorang yang memiliki bentuk tubuh yang berbeda atau memiliki sakit bawaan, serta seseorang yang berbeda agama, budaya, ras, atau suku (Aliffia & Suhadianto, 2021).
Bullying menimbulkan dampak pada korbannya, terutama munculnya ketakutan dan gangguan psikologis lainnya, sebagaimana dipaparkan oleh Tim Sudah Dong (2022) adalah trauma jangka panjang, merusak rasa percaya terhadap orang lain, dan depresi mendalam hingga membahayakan nyawa korban bully.
Berdasarkan penjelasan dari Tim Penyusun Direktorat Sekolah Dasar (2021), diantara ciri satuan pendidikan melanggengkan praktik bullying antara lain:
- Adanya perilaku kekerasan baik yang dilakukan pendidik dan tenaga kependidikan dan peserta didik.
- Tidak adanya pola komunikasi yang baik antara guru dan siswa.
- Tidak adanya pola keteladanan yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan.
Tim Penyusun Direktorat Sekolah Dasar (2021) menambahkan, dampak bullying bagi pelaku antara lain pelaku perundungan / bullying akan belajar bahwa tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi maupun mengancam anak lain. Ketika dewasa, pelaku memiliki potensi lebih besar untuk menjadi pelaku kriminal dan akan bermasalah dalam fungsi sosialnya.