"Naik saja, foto sebentar." Bisikan tersebut saya turuti dan jadilah selembar foto bersama ayah di salah satu bagian atas lorong candi Borobudur bisa tersimpan di album foto keluarga. Di kemudian hari saya baru mengetahui bahwa seharusnya pengunjung tidak sembarangan berdiri di atas stupa apalagi memakai alas kaki. Yah namanya juga masih kecil ya (ah alasan saja, haha). Well sepertinya sampai sekarang masih banyak pengunjung yang belum berpengetahuan seperti saya saat itu. Atau mungkin tahu namun tidak menggubris, toh sudah bayar tiket. Haha.
Sewaktu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggulirkan wacana untuk melakukan perombakan pada sistem kunjung. Rencana filtering jumlah pengunjung di lokasi stupa utama dan persebaran pengunjung candi Borobudur, saya turut menyetujuinya. Beberapa pendapat mengenai rentannya fasad candi Borobudur yang bisa menurun tingginya karena jumlah pengunjung, keluhan umat Buddha yang menemui beberapa kesulitan beribadah sampai belum meratanya kunjungan ke desa-desa penyokong wisata candi Borobudur; memang sebaiknya ditindak lanjuti dan disepakati solusinya.
Virtual Tour
Tentang kesiapan desa-desa penyokong wisata Borobudur saya lihat sudah lengkap seperti yang didapati saat Virtual Tour Kawasan Borobudur pada Selasa 27 April 2021. Acara yang didukung oleh UNESCO, Citi Foundation, @KitaMudaKreatif, Kemendikbud dan para tokoh pelaku wisata kecamatan Borobudur membuka wawasan akan melimpahnya kekayaan budaya, seni, hasil bumi serta SDM wisata dari desa-desa penyangga. Oya saya baru tahu ada 20 desa di kecamatan Borobudur padahal sudah tiga kali berkunjung. Hehe
Sepertinya layaknya virtual tour, maka saya dan 200 peserta (27 provinsi) diajak menjelajahi kawasan Borobudur sembari berinteraksi melalui media Zoom mulai pukul 10.00-12.00 WIB. Tentu diawali dengan prakata dari pemangku jabatan pemerintah yang berwenang dan pihak pendukung seperti Moe Chiba selaku Chief and Programme UNESCO, Puni A. Anjungsari selaku Country Head of Corporate Affairs, Citi Indonesia. Kemudian acara virtual lapangan dipandu oleh Andreas Aan Sugiarto mulai mengajak peserta menemui para pelaku wisata desa yang menampilkan keunggulan yang membuat saya kagum.
Setelah puas diajak tour dengan VW di desa Karanganyar maka selanjutnya peserta diajak menilik kerajinan gerabah yang menampilkan sekaligus wawancara dengan Arum. Peserta virtual tour juga diajak menyelami keindahan tarian Kinara Kinari yang digawangi Laras sebagai koreografer sekaligus tour guide Candi Pawon. Hayoo tahu belum kisah dibalik simbol Kinara Kinari?
Salah satu sesi yang saya suka adalah perbincangan dengan Cemplon Sebastian selaku tour guide sekaligus pemilik produk unggulan rempah desa Karangrejo. Maklum kosa kata jamu selalu mengingatkan masa kecil saat minum jamu gendong di rumah nenek. Oya apakah anda tahu bahwa di salah satu sisi relief candi Borobudur tergambar 63 spesies tanaman kuno? Ada juga relief yang menggambarkan warga yang sedang meracik jamu. Hayoo di undakan ke berapa relief tersebut berada?
Di artikel ini, saya sertakan juga beberapa tangkapan layar dari presentasi mengenai 20 desa kecamatan Borobudur ya. Kalau kurang detail ya nanti kalian berseluncur di dunia maya sendiri ya, hehe. Berikut nama 20 desa dengan keunggulan Balkondes masing-masing tersebut antara lain: Giripurno (Peternakan Kambing Etawa), Giritengah (Kuda Lumping), Tuksongo (Desa Wisata), Majaksingi (Kopi Organik), Kenalan (Ceriping Selondok), Bigaran (Coklat Ndeso), Sambeng (Kesenian Jathilan), Candirejo (Petilasan Banyu Asin), Ngargogondo (Desa Bahasa), Wanurejo (Wayang Kulit dan Topeng Kayu), Borobudur (Dayakan), Tanjungsari (Sentra Tahu Olahan), Karanganyar (Kubro Siswo), Ngadiharjo (Desa Wisata), Kebonsari (Kerajinan Bambu Batik), Tegalarum (Jamur Tiram), Kembanglinmus (Gereja Ayam), Wringinputih (Rebana), Karangrejo (Rempah dan Puthuk Cemuris) dan Bumiharjo (Sentra Jenang Ketan). Oiya, keunggulan masing desa bertambah loh jenisnya, keep update ya infonya. Btw desa yang mana yang sudah pernah anda kunjungi?
Situs Brongsongan Bukti Toleransi
Saya sedikit termangu saat melihat Yoni berukuran besar sekitar 120 x 120 x 198 cm tersaji di layar ponsel. Virtual Tour Kawasan Borobudur hari itu memang juga menelisik cagar budaya di sekitar Candi Borobudur. Pak Hari dari pihak Balai Konservasi memandu dan menjelaskan tour situs Brangsongan. For Your Information, jika ada fasad Lingga maka besar kemungkian dipergunakan sebagai sarana ibadah masyarakat sekitar terutama pemujaan terhadap dewa Siwa. Sudah jamak diketahui bahwa tanah warga di sekitar candi merupakan tanah Sima(bebas pajak) yang dianugerahkan raja agar masyarakat sekitar tidak perlu membayar pajak(mangilala drawya haji). Masyarakat sekitar kemudian berkewajiban menjaga dan merawat candi tersebut walau berbeda keyakinan.