"Pedas, tapi nagih. " Piring nasi dengan taburan bawang goreng sudah berpindah menuju mulut dengan cepat. Namanya sesuai dengan penampakan warnanya, yaitu merah berasosiasi dengan rasa pedas.
Waktu itu Jogja sedang berangin jadi cocoklah dengan asupan makan malam saya. Sate Merah dengan Lilit Basah, kombinasi yang membuat ujung hidung mancung saya berembun.
Pak Fabian tergelak saat citarasa pertama yang dikecap di lidah saya utarakan. "Kurang olahraga tuh tandanya Vik." Saya ikut tergelak dalam hati karena bibir terburu dihinggapi bibir mug es teh. Yah bagaimana ya, olahraga yang saya paling tekuni sejak kecil adalah menggerakan lidah dalam mulut dengan berbagai jenis kuliner.
Kali pertama mengetahui bahwa hadiah giveaway yang saya dapatkan adalah sate ayam, maka yang bersemayam di pikiran adalah sate dengan bumbu kacang. Ternyata memang don't judge book by its cover benar adanya.
Yang tersaji saat saya bertandang adalah enam deret olahan daging ayam yang ditusuk rapi dengan kuah kental bumbu merah. Yang saya lakukan pertama adalah mengangkat enam tusuk Sate Merah, mendekatkan ke depan hidung serta tiap bagian dagingnya.
Maklum saya termasuk penyuka hidangan dengan dibakar garis keras, jadi tak segan meminta hidangan diolah kembali bila tingkat kematangannya kurang. Menurut lidah saya tentu saja.
Tidak ada yang bewarna coklat ataupun hitam gosong seperti umumnya sate ayam namun aroma yang menghampiri hidung, membuat saya yakin kalau sudah matang.
Saya suka warnanya yang jelas saat pertama dihadirkan bersama nasi putih setangkup lengkap kepingan bawang goreng. Baru beberapa saat kemudian saya tahu bahwa di warung Sate Ratu tersedia juga stok bumbu merah dalam botol yang bisa dibeli. Sebelum bibir saya menanyakan harganya, perut sudah menuntut agar cepat diisi, jadilah makan malam dimulai.
Dan memang, tiap bagian olahan sate sudah matang. Bukan yang kering saat dikunyah di mulut namun bumbu dan dagingnya lumer bersama. Berhubung disajikan dua menit setelah dibakar maka perlu ditiup dulu atau landasi dulu lidah dengan nasi.
Alhasil memang tumpukan nasi lalu menghilang dengan cepat seiring ujung hidung harus sigap diseka. Saat botol bumbu merah diperlihatkan kepada saya, nah benar adanya. Butiran cabe sudah bertebaran dari bagian bawah sampai mendekati tutup botol.
Kali kedua saya datang, tetap dengan Sate Merah di jemari, ternyata pedasnya tidak begitu mengigit lagi. Lidah saya sudah akur dengan tingkat pedas yang disimpan Sate Merah ahkirnya. Cukup air mineral sudah cukup menjadi pemadam kehausan.