Lihat ke Halaman Asli

Vika Kurniawati

Freelancer

Pengalaman Pertama Belajar Seni Kriya di Hotel

Diperbarui: 30 Maret 2018   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ludiro Yudha. Doc:Pribadi

Dulu Saya berpikir kalau hotel hanyalah tempat menginap saat berada di luar kota, staycation ataupun sekadar makan siang di restorannya. Memang dua rutinitas tersebut yang biasa Saya lakukan, namun ternyata belajar tentang seni juga bisa dilakukan. Contohnya Workshop Arts Heart dengan lima seniman muda Yogyakarta.

Enaknya menjadi bloger memang sering mendapat waktu, serta kesempatan khusus mengikuti event tertentu, baik di hotel maupun kantor pemerintahan. Beberapa waktu yang lalu Saya mendapat kesempatan untuk mengikuti worshop seni kriya Gaia Movementyang bertema Heart dengan mengabil lokasi di beberapa bagian Gaia Cosmo hotel. 

Sebenarnya Saya pernah menghadiri konfrensi press Rooted in Art: Lasting Footprint dari pameran seni dengan lima seniman yang sama setahun lalu. Sebut saja Dery Pratama, Apri Susanto, Dedy Shofianto, Ivan Bestari, dan Ludiro Yudha. Hanya saja kali ini sempat mengikuti workshopnya secara langsung, dan berbincang cukup lama  dengan seniman. 

Setelah mencicipi Banana Spilt, dan Nasi Dabu Dabu di restoran Semeja, maka Saya serta beberapa teman bloger siap mengikuti workshop. Kami bertemu dengan Apri Susanto yang menjadi mentor pertama, dan sudah siap dengan semua material bahan keramik. Workshop sendiri diadakan di area dekat kolam yang biasanya dipenuhi oleh bangku kafe.

Nasi Dabu-Dabu. Doc:Pribadi

Meja di pojok area sudah dipenuhi kantong-kantong clay abu-abu, ember air, kuas cat keramik, dan tentu saja dimainkan dengan lincah oleh sang mentor. Workshop diikuti sekitar 30 peserta, dan Saya lihat semuanya tersenyum saat membenamkan jemarinya pada bentukan clay masing-masing. Saya tidak sempat mengikuti semua materi yang diberikan karena ketertarikan lebih besar pada hasil ahkir dari karya Apri Susanto. Terhitung ada 40 susunan keramik yang terpancang di sulur-sulur putih di dinding utara kolam. 

Sebenarnya karya tersebut sudah terlihat saat kita duduk di sofa lobi. Hanya membutuhkan sekitar 15 menit, lalu Apri Susanto beralih ke perapian khusus untuk memperlihatkan bagaimana clay akan dipanaskan sebelum tehnik finish dimulai. Clay sendiri membutuhkan terik matahari sekitar tiga hari untuk bisa mendapat warna dasar yang diinginkan.

Apri Susanto. Doc:Pribadi

"Saya pikir ini adalah sempoa raksasa mas, bukan ya?" Apri Susanto, seniman yang berbincang dengan Saya di tepi kolam sempat tersenyum. Memang setiap seni mempunyai tingkat pemahaman berbeda masing-masing individu, dan tidak salah. "Bisa demikian mba, kali ini Saya mengambil judul The Flow of Life, di mana menggambarkan dinamika dari kehidupan manusia. Perhatikan gelombang dari masing-masing elemen yang berbeda warna. Itulah dinamika manusia."

"Kenapa warna lembut yang dipilih?" Pertanyaan kedua yang meluncur setelah memperhatikan bentuk seni yang menempel ketat di dinding utara kolam renang hotel. "Semua warna dipilih dengan memperhatikan setiap elemen yang ada di sekitar kolam. Hal ini karena seni memang menjadi media penyatu energi semua elemen. 

Misalnya biru muda diambil dari pantulan air kolam renang. Orange di sini diambil dari unsur kayu tanaman sekitar kolam. Saya sudah menyiapkan 60 keramik sebenarnya, untuk berjaga bila saat pameran ada yang pecah."


Perbincangan sebenarnya ingin diteruskan, namun mentor kedua yaitu Ludira Yudha sudah siap memberikan materi mengenai kawat, dan bagaimana mengolahnya menjadi hasil seni. Seperti biasa, bloger lebih memilih waktu tersendiri untuk berbincang langsung dengan narasumber, dan Saya sempat mengabadikan momen tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline