Lihat ke Halaman Asli

Vika Kurniawati

Freelancer

Tanpa MSG Ternyata Mie Kakap ala Sultan Agung Cuisines Bisa Tetap Gurih

Diperbarui: 2 Desember 2017   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sultan Agung Cuisines. Doc:Pribadi

"Tolong dibungkus ya mbak. Terima kasih!" Permintaan saya pada salah satu penyaji hidangan, seraya mengalihkan piring berisi setengah porsi Mie Kakap ke tangannya. Saya memang penggemar berat olahan mie, namun selalu memberi waktu sela, setelah perut memberi tanda bahwa sudah cukup terisi. Memang porsi Mie kakap yang saya nikmati di Sultan Agung Cuisines, lebih dari porsi yang biasa di restoran lain.

Sedikit mengherankan, karena biasanya restoran hanya mengandalkan salah satu dari faktor kualitas atau kuantitas saja. Saya mendapati kedua faktor tersebut di hidangan Mie Kakap, dan dengan nominal yang sepadan. Terima kasih pada penyaji hidangan yang telah memberikan rekomendasi dari sederet menu No MSG. Sebuah bantuan yang nampak kecil, namun berarti bagi saya yang binggung memilih menu, ditandain dengan lamanya membolak-balik buku menu. Bagaimana tidak galau, jika hampir semua menu baik tradisional maupun khas Tionghoa menarik perhatian saya.

Mie Kakap. Doc:Pribadi

 

Sebut saja untuk lauk pauknya: Ayam Bumbu Kecombrang, Ayam Sambal Kenikir, Udang Sambal Matah, Patin Masak Jagung Manis, Gurami Asam Manis, dan Gurami Telur Asin. Untuk sayur tradisionalnya sebut saja: Lodeh Pepaya Muda, Terong Balado, Tumis Pakis,  Pecel Ndeso, Rica-Rica Jantung Pisang, dan lain-lain. Benar-benar sederet pilihan yang memaksa lidah melafalkannya saat memesan menu makan siang.

Tekstur lembut Mie Kakap. Doc:Pribadi

Saya memang menyukai masakan khas Tionghoa. Sebuah efek dari masa kecil yang menghabiskan setiap malam minggu di restoran legendaris. Kalau tidak Mie Goreng, Fuyung Hai ataupun Nasi Goreng Udang yang menjadi menu tetap di piring saya.  Saat dewasa, saya sudah mencoba olahan mie dari bahan sayuran, namun sayangnya rasanya tidak bertahan lama, dan kadang hanya sebagai penarik perhatian karena warna yang dihasilkan.

Lantai Pertama. Doc:Pribadi

 Oleh karena alasan tersebut, saat penyaji hidangan menceritakan bahwa bahan dasar Mie Kakap adalah daging ikan Kakap maka saya tertarik. Mie olahan sendiri koki Sultan Agung Cuisines tentu akan memberi cita rasa yang berbeda. Bentuk dari Mie Kakap sendiri memang sedikit lain dari biasanya, seperti yang terdapat pada gambar utama. Cenderung mirip Kakian dalam bentuk pipih, memanjang serta menyambung layaknya mie kwetiau ukuran jumbo.

Take away Mie Kakap. Doc:Pribadi

Awalnya saya sedikit kuatir dengan ketebalan mie nya, biasanya mengganggu cita rasa, atau kematangan dari mie. Saya memang sedikit rewel tentang masalah kematangan ataupun warna dari sebuah makanan. Terkadang bila tidak yakin, maka masakan bisa saya olah lagi hingga tampak sudah sesuai selera. Kuning kecoklatan dari tiap lembar mie, bakso sapi yang dipotong tebal, dadar telur ayam yang tercampur, tofu ikan, dan sayuran yang menjadi pelengkap, semuanya tepat kematanganya.

Hall samping. Doc:Pribadi

Mie kakapnya sendiri walaupun tebal, namun tidak memerlukan pisau untuk menjadikannya sedikit pendek. Saya pikir rasa daging kakap yang tertinggal di indera pencecap hanya akan sedikit, sama seperti saat mencoba mie berbahan sayuran. Ternyata saya salah, karena rasa kakap masih tetap ada sejak mie pertama kali menyapa lidah, sampai menapaki perut.  Tak membutuhkan waktu lama untuk garpu berkali-kali berdenting dengan piring. Ketimun, dan tomat merah menjadi lalapan yang setia saat menikmati hidangan khas Tionghoa tersebut. Oya ternyata kita boleh memilih acar, ataupun sambal sebagai teman karib Mie Kakap. Keduanya sudah disediakan dalam piring kecil segi empat.

Hall Utama dan Lantai 2. Doc:Pribadi

Sejak awal memilih restoran yang terletak di jalan Sultan Agung, atau lima menit di sebelah barat Puro Pakualaman, saya telah mengetahui bahwa semua hidangan tersaji tanpa MSG dan tanpa produk olahan Babi.  Sedikit mengherankan akan seperti apa rasa yang tertinggal di lidah. Ternyata tagline tersebut benar adanya, dan banyak pelanggan yang menggunakan hijab juga memesan Mie Kakap seperti saya. Gurihnya Mie Kakap yang saya nikmati memang bukan dari MSG, karena tenggorokan tetap tak bermasalah. Biasanya saya akan mengalami sedikit radang tenggorokan jika mengkomsumsi MSG.

Kolam Koi. Doc:Pribadi

Sambil menunggu Mie Kakap sudah rapi terbungkus, saya memutuskan untuk menelusuri restoran yang mulai dari pintu depan, sudah menarik perhatian dengan arsitektur bergaya bangunan Belanda.  Saya pikir semua foto fasad yang ada sudah lebih dari cukup untuk menceritakan keunikan dari restoran Sultan Agung Cuisines.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline