Daun telinga kiri saya berjarak sedikit dekat dengan boks kubus plastik, saya tak berani menempel. Memang dijamin aman, namun tangan saya gemas ingin memukul para nyamuk. Maaf kebiasaan. Maklum saya memang bercanda dengan nyamuk hanya saat angin jendela masuk menunggu mata lelap. Yang menyusuri saluran telinga luar saya adalah dengungan lembut, dan sedikit tak dikenali oleh ingatan.
"Dengungan nyamuk Aedes aegypt memang berbeda dengan nyamuk biasa, Mba." Saya mengangguk saat salah satu laboran dari Eliminate Dengue Project Yogyakarta (EDP- Yogya) menjawab pertanyaan, dan ekspresi keheranan saya. Sebuah pernyataan kemudian dilanjutkan, "Kepakan sayap mereka menghasilkan suara yang khas, dan tak berisik. Begitu juga bentuk fisik secara detail, apalagi sirklus hidup."
Berada di tengah ruangan di mana para nyamuk diteliti, membuat saya kagum dengan para peneliti muda yang berdedikasi tinggi. Bayangkan saja bahwa tempat bernuansa serba putih ini bisa memproduksi satu juta ekor nyamuk perminggu. Saya memang berada di gedung Insektarium EDP Yogya, dan mendapat kesempatan mengunduh ilmu langsung dari Warsito Tantowijoyo, Ph.D selaku ahli entomologi. Bagi yang tidak mengerti pengertian entomologi, silakan bertanya kepada teman atau jika menyerah segeralah menjelajah dunia maya. Jika anda bisa mendapati artikel saya ini, berarti dunia maya sudah bukan dunia yang baru.
Baik, kembali ke pak Warsito yang bertanggung jawab dalam proyek penanggulangan virus dengue dengan bakteri wolbachia. Apa itu wolbachia? Nanti saya bantu menerangkan, namun jika anda berada di Jogja, maka lebih baik langsung ke jalan Podocarpus 1 N-14 Sekip ya, mudah dijangkau alat transportasi termasuk yang memakai aplikasi online. Masa kalah dengan Bill Gates yang sudah menjadi volunter EDP. Jangan bilang anda tidak tahu siapa Bill Gates?
Awalnya saya berpikir workshop akan berjalan kaku layaknya kuliah searah, atau pertemuan dengan peneliti yang notabene serius, namun ternyata saya menjadi kecanduan. Bagaimana tidak, kalau pembicara yaitu pak Warsito ternyata memberikan materi dengan santai hingga terkesan berdialog dengan teman. Teori-teori berbahasa latin disampaikan sederhana dan mudah dimengerti. Kalau kalian tidak percaya, bisa segera hubungi EDP dan tentukan acara diskusi dengan komunitas anda.
Baiklah, kembali ke fokus semula yaitu Wolbachia. Saya juga baru mengetahui bahwa Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat pada 60% serangga seperti lalat buah, capung, kupu-kupu, dan lain-lain. Tentu saja saya mengangguk-angguk saat menyaksikan penjelasan melalui presentasi di EDP. Bakteri Wolbachia tersebut terbukti dapat menghambat perkembangbiakan virus Dengue di dalam nyamuk Aedes aegypti, sehingga nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia tidak lagi menularkan virus Dengue.
Penelitian yang telah dimulai sejak tahun 2011, dan dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran UGM tersebut akrab dengan aspek pelibatan masyarakat sekitar. Dua tahun pertama digunakan untuk sosialisasi tentang nyamuk ber- Wolbachia ke wilayah penelitian di sekitar Yogyakarta. Langkah kedua adalah melibatkan secara langsung komunitas-komunitas di Yogyakarta dalam kegiatan Wolly Mubeng Jogja (WMJ). Salah satunya dengan mengundang Jejaring Netizen Jogja yang dikoordinasi oleh Generasi Pesona Indonesia Jogja (GenPi Jogja) yang terdiri dari komunitas blogger Kompasiana, Malam Museum, fotografer, video maker, dan admin sosial media. WMJ sendiri diharapkan menjadi salah satu awal dari kerjasama berikutnya dengan netizen Jogja.
Penjelasan yang cukup panjang memang namun merupakan informasi yang penting untuk saya dan masyarakat. Setelah sesi presentasi, maka dimulailah tur keliling fasilitas EDP, saya mulai mereka-reka apakah Bill Gates juga bersemangat seperti kami. Saya yang terbiasa berkutat dengan kata sekarang terkesima dengan kinerja para laboran, yang ternyata juga aktif turun ke lapangan untuk mengambil sample nyamuk, dan melepaskan nyamuk yang sudah disuntik bakteri Wolbachia. Di ruang terakhir, saya berkesempatan melihat melalui mikroskop bagaimana detail fisik dari nyamuk Aedes aegypti.
Di EDP, bakteriWolbachia diambil dari lalat buah yang kecil-kecil. Eksperimen pertama kali dimana nyamuk Aedes aegypti disuntikan bakteri Wolbachia terjadi di Monash University. Beruntunglah Indonesia yang sebagai negara tropis dengan notabene mudah mendapati nyamuk, akhirnya mendapatkan teknologi dan metode tersebut. Di EDP juga saya baru mengetahui bahwa nyamuk yang sering menjadi sasaran raket listrik adalah nyamuk jenis Cullex. Apakah anda sudah tahu?
Saya tergerak ingin seperti Bill Gates yang menyumbangkan darah sebagai makanan untuk para nyamuk Aedes aegypti yang sudah diberi Wolbachia. Tentunya saya harus melewati tes darah terlebih dahulu untuk memastikan semua berjalan lancar. Anda ingin menjadi volunteer? Bisa sekali, bahkan anda bisa juga mengajak handai tulan, tetangga ataupun mantan, namun tetep saja harus menghubungi EDP terlebih dahulu.
Oya, bagi para kids zaman now, tetap bisa kok swafoto dengan para nyamuk Aedes aegypti yang sudah mempunyai bakteri Wolbachia. Aman dan antimainstream pastinya, apalagi kalau memasang foto tersebut di media sosial atau memasang videonya di channelkalian. Traveling ilmu tak perlu jauh-jauh pokoknya.