Ujung ibu jari jemari kiri saya melambat bergerak, saat berhasil merobek sedikit ujung daun dari ranting yang disodorkan teman. Aroma yang bersemayam menuju lubang hidung adalah aroma yang sama terhirup saat saya masih kanak-kanak. Kali ini bukan dari limpahan botol, dengan berdiri di bangku depan jeep, saya menyusuri perkebunan Kayu Putih Gunungkidul.
Pria dengan fedora putih, yaitu mas Andre yang merupakan pemilik sekaligus pengemudi jeep merah tim kami, mengatakan bahwa sederet pohon Kayu Putih memang dibudidayakan. Tak mengherankan bila semua pohon berjejer rapi dengan rentang jarak terjaga, kami memang tak seperti di tengah rimbunannya hutan. Sejauh pandangan mata, batang-batang putih tersebut belum begitu tinggi walau sudah tebal kambiumnya. Pohon yang biasanya saya lihat di layar kaca, sekarang bisa dipandang serta disentuh jemari.
Gelam, atau Kayu Putih memang cocok dibudidayakan di daerah yang musim kemaraunya sudah jelas jangka waktunya. Dalam jarak tertentu dengan suhu udara yang meningkat, maka aroma Kayu Putih tidak perlu susah diperoleh dengan mematahkan bagiannya. Kita cukup berada di sekitaranya, dan aroma dari pohon Kayu Putih bisa tercium. Aroma yang mengingatkan pada ibu yang selalu mengoleskannya saat perut saya mengeluh.
Minyak Kayu Putih sendiri diperoleh dengan cara penyulingan khusus, dan menghasilkan produk lain. Wajar kalau kami tidak mendapat contoh penyulingan Kayu Putih, karena menyusuri perkebunan ini bukanlah tujuan utama. Saya bersama anggota Generasi Pesona Jogja (GenPi Jogja) dengan menggunakan Jeep Pringsurat (JPS) sedang melakukan Famtrip tur offroaddi Dusun Pringsurat Gunungkidul. Perjalanan offroad yang pertama untuk saya.
Dari Jogja, kami menggunakan bus pariwisata dengan 25 peserta dari divisi fotografer, video, media sosial, dan bloger. Bersama wakil dari Dinas Pariwisata Gunungkidul, kami menempuh lika-liku jalan sejak pukul 9.00 WIB. Diperkirakan seluruh kegiatan akan selesai pada pukul 18.00 WIB dengan kembali ke lokasi semula yaitu JEC, Bantul. Ada tiga lokasi wisata yang menjadi bagian dari perjalanan kami, dan artikel tentang destinasi terahkir ada pada daftar rencana kami.
Perjalanan dimulai dari sebuah balai bambu yang sudah lengkap dengan teh manis hangat, Gatot, Kacang Rebus dan Peyek. Beberapa dinding rumah di sekitar bale juga berbahan bambu, kami menyebutnya gedheksedangkan atap beratapkan genting tanah liat. Halaman rumah terkesan kering karena memang tak ada pohon lebat. Saya bergegas memakai krim pelembab untuk kedua lengan. Dasar kids jaman now.
Dari awal sesudah senam ala-ala karena saya ikuti dengan setengah hati walaupun instruktur serius mengajarkan, pilihan jeep sudah tersemat pada si biru. Ada dua warna dari enam jeep yang berkumpul di lapangan. Alhasil saya ahkirnya duduk manis di bangku depan jeep merah. Si Biru sudah diduduki teman GenPi Jogja yang lain.
"Mba, kok kamu bisa tenang begitu? Padahal baru yang pertama kali offroad." Saya hanya tersenyum simpul saat mba Riana yang mengenggam erat besi belakang jeep. Mungkin karena saya duduk di kursi samping pengemudi jadi tidak terjadi kepanikan. Jika terhempas di antara jalan yang berbatuan, maka hanya tangan dan pinggul saya yang terkena pegangan jeep. Punggung saya memang ada tempat bersandar, dan kemungkinan terpental dari jeep kecil. Lagipula saya percaya jeep yang saya tunggangi akan lancar membawa melewati sungai, bebatuan, dan kubangan lumpur. Sedikit aneh karena saya tidak mudah percaya sebenarnya
Awalnya saya tidak mengetahui setelah melewati sungai dengan minim air, kami akan melewati perkebunan Kayu Putih. Yang jelas saya bersemangat untuk berdiri di jeep walau kulit kepala terasa protes karena terpapar surya secara terus menerus. Saya pikir akan lebih baik ada helm khusus peserta maupun pengemudi, baik untuk keamanan maupun kesehatan. Saya sedikit menyesal kenapa tidak serius melakukan senam dari instruktur tadi. Pengalaman yang saya alami mungkin akan berbeda dengan dirasakan peserta lain, tapi secara garis besar semua senang. Memar di beberapa bagian tubuh mungkin akan terjadi, tergantung posisi tubuh kita saat di jeep. Sepasang sandal gunung yang saya pakai sudah bermandikan air sungai yang berlumpur, dan roda jeep juga sudah tak berwarna hitam. Beberapa adonan tanah liat sudah menyapa saya di kaap depan jeep, untung tidak menempel di kaca mata saya.
Memang tak ada yang perlu dirisaukan pada ahkirnya kecuali badan lelah karena kecapekan, dan goncangan yang tersela sekian menit saja. Memang akan lebih baik jika dilengkapi dengan peralatan yang membuat semua peserta merasa lebih nyaman. Memang tidak kenyamanan seseorang tidaklah sama, namun tentu ada standar yang umum dikenakan.
Foto-foto yang terdapat di artikel ini tentu sudah lebih dari cukup untuk menceritakan semua yang kami lewati. Perjalanan kedua Famtrip setelah offroad adalah Cave Boating di Gua Tanding yang akan segera tayang pada waktunya.After all, perjalanan dengan Jeep Pringsurat (JPS) perlu anda sambangi saat wisata di Gunungkidul. Tentu anda perlu reservasi dan menanyakan dengan detail tentang rute, perlengkapan selain jeep, pengemudi dan fasilitas yang anda dapatkan.Jadi anda siap ke Gunungkidul?