Saya mendongak ke tingkap penutup langit-langit, mata langsung bertemu interior yang unik. Saya mengenali deretan kayu bongkaran yang tertempel ketat dengan penuh warna. Panel-panel yang berukuran layaknya pembuka ruangan terlihat kokoh walaupun sekilas tampak melayang. Iya, puluhan daun pintu kayu berpelitur mengucapkan selamat sarapan pada saya. Saya kemudian teringat pada rumah Joglo nenek yang masih bersisa beberapa bagian saja, termasuk daun pintu. Sedikit berbeda pada beberapa ukiran dan warna semata memang namun senada dalam keunikan. Bahan utama kayu lawasan dengan pola serat kayu juga menjadi penghubung tentunya.
Saya tak yakin jika kayu lapuk benar-benar menjadi bahan pernak-pernik di Citrus Restaurant. Memang sepintas polesan warna alami lembut yang terpilih melapis mereka, tentu dengan maksud visual tertentu. Tentu sisi keamanan dan kenyamanan bagi para pengunjung sudah diperkirakan sebelum pemilihan daun pintu kayu tersebut. Tentu saja tanpa kusen namun lengkap dengan rangka dan Jalousie (kisi-kisi) yang awalnya berfungsi sebagai alternatif ventilasi. Benar-benar bertema Vintage.
Bagaimana bisa penggunaan daun pintu kayu lawasan jadi salah satu unsur branding kekinian yang identik pada kaum muda? Penggunaan interior vintage yang dipadukan dengan furniture maupun desain ruang modern menurut saya memberikan kesan dinamis tanpa meninggalkan unsur klasik. Kesan modern, dinamis, penuh warna dengan bentuk yang tak biasa menjadi ketertarikan bagi anak muda.
Penggunaan tema tersebut memang sedang melanda banyak tempat bisnis, dan memang berhasil pada pembentukan image kekinian. Para pengunjung banyak yang kemudian sibuk mengabadikan interior tersebut termasuk kamera saya, atau sekedar menanyakan pada pegawai yang mengenakan seragam polo orange. Warna yang memberi kesan segar, muda dan semangat. Oya mereka memakai celana berbahan jeans yang tentu sejalan dengan segmen tamu yang dituju, yaitu kaum muda khususnya traveler.
Interior berbahan kayu juga bisa didapat di counter resepsionis, membentuk dekorasi yang unik menurut saya. Balok-balok kayu dibentuk dan ditata dengan pola tertentu hingga unsur seni terlihat. Pemilihan warna lembut interior dipadu dinding hitam menjadi dominan. Saat saya menanyakan pada Sylvia Oktorina selaku senior sales manager, benar dikonfirmasi kalau branding kekinian menjadi tujuan ahkir.
Berhubung saya termasuk penggemar mi, maka menu yang saya pesan pertama adalah Mie Ayam. Memang membutuhkan beberapa menit karena disajikan fresh langsung dari dapur Citrus Restaurant. Ditemani perbincangan sembilan blogger, dan segelas Wedang Secang yang keduanya membuat sabtu pagi 23 September 2017 saya menjadi berwarna.
Setelah mencicipi Mie Ayam yang tersaji, ternyata saya suka kaldu yang terasa. Begitu juga olahan daging ayamnya yang bumbunya meresap, dan tertinggal di indera pencecap. Memang sedikit terasa kelebihan garam untuk saya yang penyuka makanan yang manis, tapi tetap enak terutama mie yang menggunakan mie telur bukan mie basah. Selain disediakannya empat jenis teh yang bisa diseduh sendiri, tersedia juga di meja buffet beraneka kopi serta minuman yang lain. Saya mengambil segelas jus Jambu Biji yang menuntaskan dahaga setelah menyantap jajan pasar.
Ajakan untuk menyusuri koridor, fasilitas, dan dua kamar dari 99 kamar yang tersedia membawa saya melihat interior yang menarik lagi. Beberapa ruangan kembali menggunakan interior daun pintu kayu lawasan walaupun tidak menempel di langit-langit. Penggunaan warna cerah juga mendominasi koridor, serta interior dalam kamar. Cocok untuk para traveler muda yang memang suka akan petualangan dan warna-warni dunia.Saya sendiri menjadi tertarik untuk menikmati malam di Tjokro Style hotel dan tiga brand Tjokro yang lain, di mana dikelola dengan baik oleh SAS Hospitaly di enam lokasi startegis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H